Warganya Ogah Menikah dan Punya Anak, Krisis Populasi Ancam Korsel

Wanita muda Korea Selatan ketika swafoto merayakan Hari Kedewasaan atau Coming of Age Day setiap tahun bagi yang memasuki usia dewasa. (Foto:Doc/AFP)

SEOUL – Korea Selatan (Korsel) akan mengalami ancaman menyusutnya jumlah populasi, akibat semakin meningkatnya jumlah masyarakat yang tidak ingin menikah dan memiliki anak.

Seperti yang dilaporkan The Korea Herald pada, Jumat 15 Desember 2023 lalu menemukan, jumlah masyarakat muda Korsel yang berminat untuk menikah dan punya anak terus menurun secara drastis.

Berdasarkan berbagai data survei dan penelitian terhadap masyarakat Korea Selatan, Statistics Korea menemukan, hanya 27,5 persen perempuan berusia 20 tahunan yang memiliki pandangan positif terhadap pernikahan.

Laporan yang sama, mengenai pandangan positif pernikahan di kalangan perempuan muda ini adalah yang terendah di antara semua kelompok umur.

Kemudian, angka tersebut juga lebih rendah secara signifikan bila dibandingkan dengan 41,9 persen laki-laki yang berusia sama.

Laporan pada 2008 lalu, sebanyak 52,9 persen perempuan berusia 20 tahun masih memberikan reaksi positif terhadap pernikahan. Dengan jumlah itu, maka penurunan besar ini terjadi dalam kurun waktu 14 tahun.

Selain itu tercatat 31,8 persen responden perempuan berusia 30 tahunan masih menyatakan, bahwa pernikahan adalah hal yang positif.

Namun, angka tersebut turun drastis bila dibandingkan dengan data pada 2008 yakni 51,5 persen.

Baca juga: Kemlu RI Pulangkan 6 Anak WNI Terlantar di Taiwan

“Perempuan di semua kelompok umur cenderung memandang, bahwa pernikahan adalah hal kurang positif jika dibandingkan laki-laki,” bunyi laporan The Korea Herald, dikutip Senin 18 Desember 2023.

“Bagi kedua jenis kelamin, kelompok usia yang lebih tua cenderung melihat pernikahan sebagai hal yang jika dibandingkan kelompok yang lebih muda. 74,9 persen laki-laki berusia 60 tahunan mengatakan bahwa mereka harus menikah, sementara 68,7 persen perempuan berusia sama berpendapat demikian,” lanjut laporan tersebut.

Meski tidak menunjukkan angka yang serendah perempuan, kecenderungan laki-laki muda di Negeri Ginseng untuk menikah juga menurun drastis dari tahun 2008 hingga 2022.

Berdasarkan data yang tercatat, tahun 2008 lalu sekitar 71,9 persen laki-laki berusia 20 tahunan memberikan reaksi positif terhadap pernikahan.

Sementara laporan tahun 2022 lalu, tercatat hanya 41,9 persen laki-laki muda yang memberikan pandangan positif terhadap hal sakral kehidupan tersebut.

Sepanjang tahun 2008 hingga 2022, laki-laki dalam kelompok usia 30-39 tahun yang memandang positif pernikahan menurun cukup drastis, yakni dari 69,7 persen menjadi 48,7 persen.

Alasan Warga Tidak Ingin Menikah dan Punya Anak

Masalah ‘kekurangan dana’ menjadi alasan terbesar masyarakat Korea yang ogah menikah. Hal ini ditemukan pada hasil survei di semua kelompok umur.

Sebanyak 32,7 persen responden berusia 20 tahunan 33,7 persen, responden berusia 30 tahunan 23,8 persen responden berusia 40 tahunan 25,7 persen.

Kemudian responden berusia 50 tahunan dan 30,3 persen, responden berusia 60 tahun ke atas mengaku, bahwa mereka tidak menikah karena tidak mempunyai uang yang cukup.

Selain itu, laporan tersebut juga menunjukkan bahwa generasi muda semakin menyukai cara hidup non-tradisional dari 2015 hingga 2020.

Pada 2015, sebanyak 39,1 persen masyarakat berusia 20 dan 30 tahunan menilai bahwa hidup sendiri adalah hal yang positif. Adapun, jumlah tersebut meningkat menjadi 47,7 persen di tahun 2020.

Persentase kelompok usia 20 dan 30 tahunan yang cenderung ingin hidup bersama tanpa menikah juga melonjak, yakni dari 25,9 persen menjadi 40,6 persen dalam periode lima tahun.

Selain itu, persepsi positif terhadap pasangan yang tidak memiliki anak juga meningkat, yakni dari 27,7 persen menjadi 44,1 persen pada kelompok usia yang sama.

Terakhir, ada sebanyak 20,7 persen responden memandang positif memiliki anak tanpa menikah. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan 11,1 persen pada 2015 silam.