Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (19/1). Ketiganya merupakan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, panitera dan pihak swasta.
Para tersangka yakni Hakim, Itong Isnaeni Hidayat (IIH), Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Surabaya Hamdan (HD) dan Pengacara atau Kuasa Hukum PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono (HK).
“KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka kasus dugaan korupsi berupa suap terkait pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, yaitu Hendro Kasiono (HK) sebagai pemberi suap dan sebagai penerima Hamdan (HD) serta Itong Isnaeni Hidayat (IIH),” kata Wakil Ketua Nawawi Pomolango dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (21/1) dini hari.
Baca juga: Mahkamah Agung Tunggu Pernyataan Resmi KPK Terkait OTT Hakim di Surabaya
Peningkatan status perkara itu, kata Nawawi, dilakukan berdasarkan penyelidikan dan ditemukannya bukti permulaan yang cukup setelah pengumpulan berbagai informasi disertai bahan keterangan terkait dugaan korupsi tersebut.
Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan di Surabaya pada Rabu (19/1) sekitar pukul 15.30 WIB, KPK mengamankan lima orang.
Mereka adalah Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Itong Isnaeni Hidayat (IIH), Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Surabaya Hamdan (HD), dan Pengacara atau Kuasa Hukum PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono (HK).
Baca juga: Sejumlah Uang Diamankan KPK saat OTT Hakim di Surabaya
Kemudian, ada pula Direktur PT SGP yang berinisial AP dan Sekretaris HK berinisial DW.
Atas perbuatannya, tersangka Hendro Kasiono (HK) sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kemudian, tersangka Hamdan (HD) dan Itong Isnaeni Hidayat (IIH) sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.