Bekas Luka dan Trauma Warga Rempang Jadi Bantahan untuk Mabes Polri

Ridwan pasca mendapat perawatan medis. (Foto: Dok. pribadi Ridwan)

BATAM – Bentrokan dengan aparat tim terpadu menyisakan bekas luka dan trauma mendalam bagi warga Rempang, Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Kendati demikian, pihak kepolisian justru kekeh menyebut peristiwa bentrokan itu tidak menimbulkan korban. Polemik dari kericuhan itu pun masih berlanjut hingga kini.

Para warga menolak rencana relokasi yang merupakan dampak dari investasi PT Mega Elok Graha (MEG) dan Xinyi Group asal Cina.

Kepala Ridwan Dapat Jahitan, Kiptiyah Sesak Nafas

Muhammad Ridwan, adalah salah satu korban bentrokan di Jembatan IV Barelang, Batam, Kamis (08/09) pagi itu.

Bahkan, video lansia 60 tahun tersebut sempat viral di media sosial. Tampak Ridwan tiba ke warung dengan bopongan sejumlah orang dan darah yang terus mengucur dari kepalanya.

Ia pun lantas mendapat perawatan tim medis di puskesmas Marinir. “Kata yang merawat saya, kepala saya jahit 12,” kata Ridwan saat ulasan menghubunginya via telepon, Jumat (08/09).

Ridwan bercerita, bermula dari dirinya yang pulang membeli pupuk bertemu dengan rekan-rekannya di simpang Dapur 6. Ia diajak ke Jembatan IV untuk melakukan penolakan kedatangan aparat yang rencana akan melakuka pemasangan patok tata batas hutan di Rempang.

“Saya mau ikut karena tergerak saja,” kata dia.

Baca Juga: KPPAD Batam Temukan Dugaan Kekerasan Aparat Terhadap Anak Pulau Rempang

Saat bentrokan terjadi, Warga Pasir Panjang itu berada persis di barisan paling depan bersama warga lainnya.

Tiba-tiba tembakan gas air mata dari aparat menghujan ke arah kerumunan massa. Perih dan sesak membuat mereka terurai. Samar-samar terdengar dari pengeras suara untuk menangkap massa yang tak terkendali.

“Tangkap-tangkap,” ujar Ridwan mengulangi kalimat itu.

Tiba-tiba dari arah aparat, ia merasa ditembaki peluru karet yang tepat mengenai kepalanya. “Kepala sudah terasa peluru karet, kepala saya langsung pusing,” kata Ridwan.

Ia tak mengingat jelas siapa yang membawanya ke warung. Hanya perih karena gas air mata dan luka di kepala saja yang ia rasakan saat itu.

Ridwan berharap, pemerintah bisa mendengarkan suara rakya kecil.

“Untung selamat saja sudah. Saya hanya ingin hak kami saya saja,” katanya.

Baca Juga: 10 Siswa di Rempang Dilarikan ke Rumah Sakit Akibat Kena Gas Air Mata Aparat

Jika rasa sakit masih tertinggal di Ridwan, lain hal dengan Kiptiyah. Warga Pantai Melayu ini masih menyisakan trauma mendalam dari kejadian itu.

Riuh, panik, dan suasana panik warga akibat kerusuhan kala itu masih teringat jelas di benak wanita 53 tahun itu.

“Tak usah lah putar-putar (video) itu lagi. Masih tak tebayang rasanya gas air mata itu,” ujarnya.

Wanita yang akrab dengan sapaan Bude Peyek ini berada dalam kerumunan massa pagi itu. Kehadirannya di sana untuk berjaga di Jembatan IV takut-takut petugas masuk memasang patok di tahan yang mereka tinggali turun-temurun.

Namun, tak seperti biasanya. Pagi itu massa yang berkumpul lebih ramai dari biasanya. Sebab ada isu akan datang 1.000 pasukan ke Rempang untuk latihan.

Sekira pukul 09.00 WIB, dari kejauhan terlihat rombongan aparat dengan tameng akan marangsek masuk ke Rempang. Warga tak begitu siap menghadang aparat karena isu mereka akan datang untuk latihan gabungan.

“Informasinya mereka ada latihan, jadi warga tidak ada persiapan,” kata Kiptiyah.

Karena aparat semakin mendekat, warga pun ikut maju. Tak lama pecah bentrokan antara warga dan aparat.

“Tidak boleh melawan, mundur-mundur,” kata Katiyah mengulangi kalimat dari pengeras suara dari barisan aparat.

Tiba-tiba tembakan gas air mata mengarah ke kerumunan massa. Asap putih pekat langsung membuat matanya perih, dan dadanya sesak. Ia lari ke hutan di sisi kiri jalan, mencari air untuk mecuci matanya.

Kejadian terjadi begitu cepat. Terpikir mati kala dadanya sesak terkena gas air mata saat itu.

“Mata Bude perih kenak gas air mata, sampai nyendak di hidung, kami cari air cuci mata. Dalam hati bilang, mati aku, mati aku, sambil lari,” katanya.

Kiptyah menegaskan, sampai saat ini pihaknya masih bertahan tetap menjaga kampung halamannya.

“Penolakan ini tidak ada yang nyuruh, ini spontan saja, siapa yang tidak takut kampung mereka diambil,” kata Kiptyah.

Kiptyah sampai saat ini tidak mau terelokasi karena tidak ada sosialisasi yang jelas. Termasuk, hitam di atas putih soal tempat relokasi. “Sampai saat ini tidak ada yang jelas,” katanya.

Baca Juga: KPPAD Batam: Tim Terpadu Zalim Terhadap Anak Pulau Rempang

Juru Bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang-Galang Suardi mengatakan, gerakan masa waktu itu terjadi spontan. Tak ada yang mengkoordinir massa. Warga tergerak karena ingin mempertahankan hak mereka.

“Itu sebenanrya semua spontan, mereka merasa kampung mereka akan dihilangkan, rasa takut itu yang mengumpulkan mereka,” tuturnya.

Suardi saat itu juga berada dalam barisan massa dengan harapan ada dialog kala petugas datang. Namun, justru bentrokan dan tembakan gas air mata yang warga dapatkan.

“Mau dialog bagaimana lagi, orang semua lari karena gas air mata,” kata dia.

Suardi menegaskan, warga 16 kampung yang ada di Rempang sebenarnya tidak menolak pembangunan, tetapi warga menolak rencana relokasi kampung mereka oleh BP Batam.

“Kami tetap pada prinsip, apa yang warga lakukan ini bentuk penolakan terhadap relokasi,” katanya.

Baca Juga: Ini Kata BP Batam Soal Bentrokan Aparat dengan Warga Rempang

Bantahan Polisi

Kondisi dan kejadian yang menimpa Ridwan dan Kiptiyah tampak bertolak belakang dengan pernyataan Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan. Ia menyebut, tak ada korban dalam kejadian itu.

“Jadi tidak ada korban, saya ulang tidak ada korban dalam peristiwa kemarin,” kata Ramadhan, mengutip dari detik.com, Jumat (08/09).

Bantahan serupa juga datang dari Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto.

Bahkan ia menganggap, kabar itu sebagai berita bohong atau hoaks.

“Jadi kemarin memang diberitakan ya, mohon maaf ya. Jadi masyarakat jangan termakan berita hoaks. Kalau dulu ada istilahnya ‘mulutmu harimaumu’, sekarang ada ‘jarimu harimaumu’,” kata Kombes Pol Nugroho.

“Jadi siapa pun yang menyebarkan berita hoaks akan kena undang-undang ITE. Itu pidana unsurnya,” kata dia.