Di Hadapan Jaksa Agung, Tersangka Ini Sujud Syukur Setelah Memperoleh Restorative Justice

Di Hadapan Jaksa Agung, Tersangka Ini Sujud Syukur Setelah Memperoleh Restorative Justice
Dua tersangka sujud syurkur usai memperoleh restoratif juctice (Foto: Puspenkum)

Jambi – Jaksa Agung Republik Indonesia Burhanuddin menyaksikan langsung penyerahan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif atau restorativ justice kepada dua tersangka di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jambi.

Setelah memperoleh SKP2 itu tersangka langsung sujud syukur karena menghirup udara bebas dalam pekan lalu.

Ada pun tersangka atas nama Fredi Antanto alias Fredi bin Suparman, yang disangkakan melanggar Pasal 480 ke (1) KUHP, yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bungo. Kedua tersangka atas nama Muhammad Susanto bin Rusli, SM, yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP, yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Merangin.

Jaksa Agung mengatakan, restorative justice telah menjadi brand Kejaksaan, di mana kebijakan tersebut mendapatkan respons yang sangat positif dari masyarakat. Tingginya animo masyarakat terhadap kebijakan ini berimbas pada terciptanya persepsi yang salah di masyarakat, yaitu bahwa semua tindak pidana atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh masyarakat kecil bisa dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Baca Juga: Dengan Keadilan Restoratif, Tiga Perkara di Kejati Sumsel Diselesaikan

Untuk itu, Jaksa Agung minta kepada jajaran Kejaksaan untuk menjaga kemurnian kebijakan tersebut. “Kebijakan ini merupakan respons kita (Kejaksaan) dalam menjawab permasalahan hukum yang dirasa kurang memberikan rasa keadilan di tengah masyarakat,” ujar Jaksa Agung.

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, Jaksa Agung minta kepada seluruh jajaran untuk tidak gamang dan ragu-ragu dalam menentukan apakah perkara tersebut dapat dilakukan penghentian penuntuan berdasarkan keadilan restoratif atau tidak.

“Tetaplah bersikap profesional dan akuntabel serta berikan pemahaman secara masif bagaimana suatu perkara tersebut bisa atau tidak dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, sehingga masyarakat mendapatkan pengetahuan dan pemahaman apakah perkara tersebut masuk ke dalam kualifikasi Restorative Justice atau tidak,” ujarnya. (*)