Tanjungpinang, Ulasan.co – Sejak memulai berkarya ia selalu direndahkan dan di-buly oleh beberapa pihak yang tidak menyukainya, Rabu(27/11).
Nama Julian Anggar Kesuma Siregar (23/6), biasanya akrab disapa Boby Julian. Semester akhir prodi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia (PBSI), UMRAH. Awalnya ia bercita-cita menjadi musisi, tetapi semua itu berubah ketika ia tahu bahwa seni itu luas dan indah. Dalam perjalanannya sejauh ini, ada beberapa pihak yang tidak menyukainya, sehingga beberapa kali terdengar menyakitkan. Namun semua itu bukan suatu masalah baginya.
“Benar, ada beberapa orang yang tidak menyukai perkembangan saya saat berkarya. Tapi, bagi saya, itu hal biasa. Sebab di antara orang-orang yang menyukai kita, pasti ada sebagian orang yang tidak menyukai kita. Saya cuek saja. Itu masalah mereka, bukan masalah saya. Paling penting, saya fokus dengan tujuan hidup saya”, imbuhnya.
Beberapa karyanya sudah menjadi bukti bahwa gunjingan orang bukanlah penghalang. Karya-karya yang telah ia hasilkan, selain novel juga juga ada karya di bidang seni. Berikut karya-karya yang pernah ia buat selama ia menggeluti hobinya, yakni Novel 121 Hari Di Shimotsuma, Antologi Puisi “Senja” 2017, Antologi Cerpen “Di Rumahku Ada Surga” 2018, Visualisasi Puisi Tapi karya Sutardji Calzoum Bahri dalam acara SEMIRATA 2019, Visualisasi Gurindam 12 pasal 2 pada saat lomba Gawai Seni 2019 (Juara Harapan), Tari Kontemporer G12 dalam acara Dies Natalis PBSI 2019, Film Pendek, Musikalisasi Puisi, dan karya terbarunya lahir pada saat Malam Puncak Festival Bulan Bahasa 2019 PBSI, yaitu Tari Kreasi Milenial 34 Provinsi serta Teatrikal Puisi Menolak Lupa.
Semua itu adalah karya yang diperoleh dari pola pikirnya yang kemudian bekerja sama dengan para juniornya, sehingga karya-karya tersebut menjadi kemasan yang menarik dalam suatu pertunjukan. Tentang ia menjadi penulis, awalnya ia hanya sekedar menyalurkan isi kepalanya di atas kertas karena tidak tahu kepada siapa bisa bercerita.
“Kita tahu bahwa tidak semua orang bisa memahami apa yang sedang kita alami dan tidak semua orang mengerti dengan apa yang kita katakan dan lakukan. Sebab itu, apa yang terlintas di kepala selalu saya tulis. Berawal dari situ, saya merasa catatan-catatan saya menarik juga jika dibukukan,” ucapnya.
Selain itu, Dia juga sebagai sosok motivator atau panutan bagi para juniornya. Hal tersebut tidak lepas dari perannya yang bersedia dengan rendah hati membimbing para junior dari nol, sehingga mereka bisa melakukan apa yang tidak bisa mereka lakukan. Jika dilihat dari postur tubuh dan penampilannya yang acak-acakan, mungkin orang-orang mengira ia hanya pemuda biasa yang hanya tahu membuat onar, malas, dan ugal-ugalan. Sangat tidak pantas untuk dijadikan panutan, akan tetapi kenyataannya berbeda.
“Sebagian orang jika melihat penampilan saya, pasti akan menilai negatif saja,” ujarnya.
“Saya orangnya tidak tertutup. Jika berdiskusi dan bekerja sama dengan saya itu nyaman, kita lakukan saja. Intinya, bukan siapa yang paling hebat, pintar, tapi tentang siapa yang sama-sama mau belajar. Artinya kita sama-sama belajar,” tambahnya lagi.
Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa berkarya itu bebas dan luas, juga menyenangkan. Apapun bentuk karyanya ketika itu menjadi bidang kita maka lakukanlah.
“Lakukan saja. Tidak usah ragu, tidak usah takut, dan jangan pedulikan apa yang orang-orang omongkan, karena karya itu untuk diri sendiri dan bermanfaat bagi orang lain juga nantinya ketika orang- orang itu mau memahami apa yang menjadi karya kita. Berkarya itu bebas dan luas,” imbuhnya.
Salah satu filosofi dalam hidupnya yang menjadi kutipan berharga bagi para juniornya yaitu “Berkaryalah dengan ikhlas soal hasil biarlah Tuhan yang membalas, semua akan menyenangkan kalau kita mau melakukannya dengan hati, pikiran,dan tanpa emosi yang negatif,” ujarnya.
Editor : Chae
Pewarta: Sulas dan Ardi (mhs magang)