JAKARTA – Indonesia dikabarkan belum benar-benar menyerah untuk mendapatkan pesawat tempur canggih generasi 4++, yakni Sukhoi Su-35 ‘Flanker E’ buatan Rusia sebanyak satu skadron.
Padahal tahun 2021 lalu, Indonesia dikabarkan batal mengakuisisi jet tempur canggih itu. Ternyata, kontrak pengadaan jet Sukhoi Su-35 hingga saat ini masih aktif alias belum dibatalkan.
Namun Indonesia masih menunda rencana itu, lantaran mendapat tekanan dari Amerika Serikat (AS). Sejatinya, peswat itu sangat dibutuhkan Indonesia sebagai perimbangan kekuatan udara negara-negara tetangga di wilayah Asia Tenggara dan Australia.
AS akan memberikan sanksi Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA), jika Indonesia-Rusia benar-benar jet tempur Sukhoi Su-35 tersebut dari negeri paman Putin.
Dengan sanksi CAATSA tersebut, membuat Indonesia berat hati untuk membawa Su-35 ke tanah air. Sehingga, Indonesia harus menunda kontrak yang bernilai 1,1 miliar dolar AS untuk 11 unit Sukhoi Su-35.
Duta Besar RI untuk Rusia, Jose Antonio Morato Tavares dalam sebuah wawancara dengan TASS pada 21 Oktober 2022 menyebutkan, kontrak pengadaan 11 unit Sukhoi Su-35 Rusia masih aktif.
“Sebenarnya kami belum membatalkan kontrak, dan kontrak sudah ada. Kami akan melihat waktu yang tepat, untuk memperoleh peralatan canggih buatan Rusia itu,” kata Tavares.
Lebih lanjut Tavares mengatakan, bahwa Rusia merupakan salah satu sumber terbaik untuk peralatan militer dan pertahanan yang berteknologi modern.
“Kami masih terus melihat bahwa Rusia adalah salah satu sumber terbaik peralatan militer dan pertahanan modern. Jadi saya tidak melihat bahwa kontrak akan berakhir, tetapi kami harus menemukan waktu yang tepat untuk melakukan ini,” jelas Jose Tavares.
Baca juga: Mantan Pilot Tempur Marinir AS Ditangkap karena Bekerja di China
Ditanya mengenai apa kesulitan yang dihadapi oleh Indonesia terkait kontrak pengadaan jet tempur Sukhoi Su-35 ini, Tavares menolak untuk menjelaskan secara spesifik.
Berita tentang penandatanganan kontrak senilai 1,1 miliar dolar AS dengan Jakarta untuk pengiriman 11 jet tempur Su-35 muncul pada awal tahun 2018.
Pada Juli 2019, mantan Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Mohamad Wahid Supriyadi mengatakan, bahwa penundaan implementasi kontrak itu karena rumitnya skema perdagangan yang melibatkan instansi pemerintah dan perusahaan, tulis TASS saat itu.
Kemudian pada Maret 2020, Bloomberg melaporkan, bahwa pihak berwenang Indonesia memutuskan untuk menyerah pada rencana untuk mengimplementasikan kontrak Su-35 dengan Rusia.
Hal itu disebabkan kurangnya dana dalam anggaran, yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, dan juga karena ancaman dari AS untuk menjatuhkan sanksi kepada Indonesia jika kontrak itu dilaksanakan.
Negara tetangga terdekat Singapura dan Australia, telah memiliki daya deteren tinggi untuk kekuatan udaranya. Republic of Singapore Air Force (RSAF) telah dibekali jet tempur canggih buatan AS yakni Boeing F-15SG dan F-16 dalam jumlah besar.
Sementara Royal Australian Air Force (RAAF) dibekali armada jet temput beberapa varian seperti F/A-18F Super Hornets, dan yang terbaru yakni pesawat tempur siluman F-35A Lightning II.
Sementara, TNI Angkatan Udara hingga saat ini masih mengopersikan beberapa varian jet tempur buatan Rusia seperti Sukhoi Su-27SKM, Su-30MK2. Sementara buatan AS, TNI AU mengoperasikan F-16 Block 15/OCU, F-16 Block 52ID.
Bahkan sebagian pemerhati militer Indonesia menilai, pilihan untuk memiliki Sukhoi Su-35 dari Rusia sudah tepat. Apalagi, sejak diberitakan ke publik untuk rencana pembelian Su-35 netizen ramai-ramai menyatakan dukung kepada pemerintah.
Walau bukan selevel F-35 Lightning, namun Su-35 cukup ditakuti oleh barat lantaran memiliki sejumlah kunggulan dari radar dan avionik yang canggih dan mampu menggotong berbagai rudal, serta dukungan mesin yang baik.
Sukhoi Su-35 merupakan varian paling canggih dari Sukhoi Family 27/30, yang dikembangkan Rusia menjadi jet yang berkemampuan tinggi dan super manuver untuk menandingi jet tempur buatan barat.
Baca juga: Intelijen Inggris Cari Mantan Pilot Tempur RAF yang Latih Pilot China