Indonesia Dituding Jual Senjata Ilegal kepada Militer Myanmar

Beberapa senjata serbu bikinan Indonesia yakni PT Pindad di Bandung. (Foto:Dok/Istimewa)

JAKARTA – Tiga perusahaan BUMN pertahanan Indonesia dituding telah menjual senjata secara ilegal kepada militer Myanmar.

Ketiga industri pertahanan itu PT Pindad, PT PAL serta PT Dirgantara Indonesia disinyalir telah menjalankan praktik ilegal tersebut selama satu dekade.

Bahkan, praktek haram ini diduga berlanjut pascakudeta pada tahun 2021. Sementara, perusahaan yang bertindak sebagai perantaranya North Company Limited yang merupakan milik Htoo Htoo Shein Oo.

Adapun Htoo Htoo Shein Oo merupakan putra dari Menteri Perencanaan dan Keuangan junta Myanmar Win Shein, yang saat ini dijatuhi sanksi oleh berbagai negara Barat.

Tuduhan tersebut disampaikan lembaga masyarakat sipil setempat, The Chin Human Rights Organisation (CHRO), Myanmar Accountability Project (MAP), dan Marzuki Darusman yang adalah seorang mantan jaksa agung Indonesia.

Marzuki Darusman pernah menjadi Ketua TPF PBB untuk pelanggaran HAM di Myanmar. Ketiganya menyebut keterlibatan perusahaan BUMN dalam memasok senjata ke militer Myanmar ini, dihimpun dari investigasi terbuka dan dokumen-dokumen yang bocor.

“Investigasi kami telah menemukan bukti-bukti memberatkan yang menunjukkan adanya standar ganda yang mengejutkan,” kata Direktur MAP, Chris Gunness, dalam siaran pers gabungan, Selasa, 3 Oktober 2023.

True North sebagai perusahaan swasta yang menjadi perantara kesepakatan antara militer Myanmar, dan produsen senjata milik BUMN disebut menimbulkan kecurigaan karena adanya potensi korupsi.

Sehingga harus diselidiki oleh pihak berwenang Indonesia. Sehubungan dengan itulah CHRO, MAP, dan Marzuki Darusman telah mengajukan pengaduan dan meminta Komnas HAM menginvestigasi dugaan tersebut.

Adapun periode transaksi penjualan sejata ilegal ini, sudah berlangsung selama satu dekade terakhir, termasuk kemungkinan setelah percobaan kudeta pada Februari 2021.

Jika sinyalemen itu benar, penjualan senjata itu terjadi saat Indonesia masih menjadi Ketua ASEAN.  Sikap Indonesia dalam ASEAN terkait konflik di Myanmar adalah menghentikan kekerasan, meski sampai sekarang belum membuahkan hasil.

Menurut Marzuki, pihak berwenang harus menyelidiki kasus ini karena ketiga perusahaan BUMN di bawah kendali langsung pemerintah, serta tunduk pada pengawasan dan persetujuan pemerintah.

“Fakta bahwa peralatan pertahanan secara aktif dipromosikan setelah kampanye genosida terhadap Rohingya dan kudeta tahun 2021, menjadi perhatian serius dan menimbulkan keraguan atas kesediaan pemerintah Indonesia untuk mematuhi kewajibannya di bawah hukum hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter,” ungkap Marzuki.