Jelang Peringatan Hari Buruh, FSPMI Batam Soroti Sistem Kerja Outsourcing

Ketua PC Serikat Pekerja Elektronik dan Elektrik (PEE) FSPMI BATAM, Masrial (Foto:Randi RK/Ulasan.co)

BATAM – Serikat Buruh di Kota Batam akan menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Wali kota Batam pada peringatan ‘May Day’ atau Hari Buruh Internasional 01 Mei 2024.

Dikabarkan lebih dari 6 ribu pekerja yang berasal dari sejumlah serikat buruh nantinya akan mengajukan sejumlah tuntutan, salah tuntutan yang paling disoroti adalah penolakan terhadap sistem outsourcing.

Lantas bagaimana fenomena outsourcing di Kota Batam?

Ketua PC Serikat Pekerja Elektronik dan Elektrik (PEE) FSPMI Batam, Masrial mengatakan, outsourcing adalah pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan inti bisnis perusahaan.

Sehingga, posisi pekerjaan tersebut dialihkan ke pihak atau perusahaan lain.

Ia menerangkan, menurut UU no 13 tahun 2003 hanya ada 5 jenis pekerjaan yang boleh menggunakan sistem tersebut seperti petugas kantin, kebersihan, keamanan, sopir, dan pekerja di Industri Offshore.

“Outsourcing itu hanya diperbolehkan pada pekerjaan yang bukan ‘main job’ atau pekerjaan utama,” ujar Masrial saat diwawancari Ulasan.co di sekretariat FSPMI, Kawasan Panbill Mall, Batam, Selasa 30 April 2024.

Akan tetapi menurut Masrial, justru banyak perusahaan yang diduga melanggar hal tersebut, terutama industri galangan kapal di kawasan Tanjunguncang.

Ia menilai sistem tersebut sangat merugikan pekerja, karena tidak adanya jaminan hukum, jaminan permanen dan asuransi kesehatan

“Sudah rahasia umum di Batam banyak perusahaan yang menetapkan sistem outsourcing pada semua lini pekerjaan. Bahkan bisa berlapis-lapis pihak pertama, kedua, ketiga,” kata Masrial.

Masrial menduga maraknya outsourcing tidak terlepas dari adanya UU Cipta Kerja, dan Omnibus Law yang memuluskan sistem itu.

Sebab, lanjut dia, adanya narasi yang memungkin perusahaan bisa membuat kontrak kerja yang berulang-ulang bahkan hingga 5 tahun.

“Setelah 5 tahun dibuang, sesudah itu pekerja kesulitan mencari pekerjaan lain karena keterbatasan umur,” tuturnya.

Bahkan, tak hanya galangan kapal, menurutnya pekerja industri elektronik pun kena imbasnya.

“Banyak juga anggota kami yang dikontrak 3 bulan, terus dikontrak lagi 3 bulan. Jadi agak susah kita menemukan yang permanen sekarang,” sambung Masrial.

Senada dengan itu, Ketua PC Serikat Pekerja Perkapalan dan Jasa Maritim (SPPJM) FSPMI Batam, Milhendri mengatakan, hampir semua industri galangan kapal kini menerapkan sistem outsourcing.

“Banyak perusahaan main kontraktor (utama) menyewa sub kontraktor (pihak kedua atau ketiga) untuk pekerjaan borongan,” sebut Mihendri.

Dalam perbandingannya, kata Milhendri, dalam satu perusahaan ada 500 pekerja kontraktor utama, pekerja sub kontraktornya bisa 1.000 pekerja. Terlebih lagi dalam satu perusahaan utama bisa terdapat 5 Sub-kontraktor.

“Sub kontraktor ini nantinya memberikan lagi proyek pekerjaan ke kelompok lain, hingga bahkan bisa berlapis-lapis,” jelas Milhendri.

Kemudian kata dia, malahan adapula perusahaan sub kontraktor yang hanya mengontrak pekerja selama satu bulan.

“Helper misalnya Mereka bisa digaji Rp170 ribu perhari, 10 jam bekerja,” ujarnya.

Sistem ini menurut Milhendri tentu sangat membahayakan pekerja. Walaupun ada jaminan BPJS ketenagakerjaan namun kejelasan terkait tanggungan BPJS kesehatan tidak ada.

Sebab, ketika mendaftar pekerja outsourcing biasanya tidak mengajukan lamaran namun hanya bermodal kartu identitas KTP.

“Selain itu juga membuat pekerja tidak bisa menjadi pekerja permanen,” ujarnya.

Milhendri mengungkapkan sudah membawa permasalahan ini ke Disnaker Provinsi Kepri dan Kota Batam namun hingga kini tidak ada solusi yang pasti.