Kebijakan Iptekin Wajib Ada di Indonesia

Kebijakan Iptekin Wajib Ada di Indonesia
Presiden RI Joko Widodo (kiri) memberi ucapan selamat kepada Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri (kanan) usai dilantik menjadi Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10/2021). Presiden Joko Widodo melantik 10 pejabat Dewan Pengarah BRIN diantaranya Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN. (Foto: Antara)

Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan isu kebijakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (iptekin) wajib ada Indonesia. Sehingga iptekin berkontribusi besar terhadap pembangunan sebagai negara maju.

“Kebijakan iptekin di Indonesia masih dirasa kurang menjadi prioritas jika dibandingkan oleh negara-negara maju. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan mengapa pembangunan ekonomi berbasis iptekin di Indonesia masih kurang menemukan gaungnya,” kata Pelaksana tugas Direktur Perumusan Kebijakan Riset, Teknologi, dan Inovasi (PKRTI) BRIN Dudi Hidayat di Jakarta, Kamis (14/10).

Hingga saat ini, lanjut Dudi, isu kebijakan iptekin masih belum menjadi diskursus publik utama. Baik di kalangan pembuat kebijakan di level pusat dan daerah, industri, akademisi, maupun di masyarakat.

Menurutnya, perlu intervensi pemerintah dalam mendorong aktivitas-aktivitas penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) di Indonesia agar akselerasi pembangunan dapat terjalin.

Peneliti Direktorat PKRTI BRIN Anugerah Yuka Asmara menyebutkan iptekin menjadi salah satu elemen kunci dalam mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan pada banyak negara maju.

Baca Juga : Megawati Dilantik Sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN

Sejak 1990-an, banyak negara berkembang telah berupaya mengejar ketertinggalan pembangunan ekonominya melalui pendekatan iptekin.

“Beberapa dari mereka kemudian berhasil melepas status negara berkembang menjadi negara maju yang disebut sebagai negara industri baru,” terang Yuka.

Dijelaskan Yuka, meniru, mereplikasi, mengadaptasi, mengabsorbsi kebijakan iptekin tersebut menjadi salah satu bentuk praktik-praktik terbaik yang dilakukan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Namun demikian, masih kata Yuka, seringkali implementasi kebijakan tersebut berjalan tidak sesuai dengan rencana atau tidak mencapai tujuan.

Untuk itu, kebijakan iptekin di Indonesia perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai kalangan yang antara lain akademisi, pemerintah, industri, dan masyarakat.

Kebijakan iptekin dapat menjadi salah satu prioritas dan pertimbangan utama oleh para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan dalam menentukan arah kebijakan nasional di Indonesia.

Untuk memahami kebijakan iptekin dan proses implementasinya di berbagai negara, PKRTI BRIN berkolaborasi dengan Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) menyelenggarakan The Indonesian Science-Technology-Innovation (STI) Policy Lecture Series I – 6, yang berlangsung pada 12 Oktober hingga 21 Desember 2021.

Acara the Indonesian STI Policy itu diharapkan dapat mengkomunikasikan dan mendiseminasikan informasi dan pengetahuan terkait kebijakan iptekin kepada seluruh masyarakat di Indonesia, agar tujuan dari kebijakan iptekin dapat diterima oleh publik secara luas di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *