KNTI Desak Pemerintah Penuhi Hak Nelayan Kecil Tradisional

KNTI Desak Pemerintah Penuhi Hak Nelayan Kecil Tradisional
Ilustrasi: Nelayan kecil penangkap ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) di Desa Waepure, Kecamatan Air Buaya, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Foto: Antara

Jakarta – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan akan menggelar aksi damai di 8 provinsi dan 17 kabupaten/kota dalam kegiatan parade perahu di laut sebagai bentuk penyampaian aspirasi nelayan kecil dan tradisional.

Aksi yang bersamaan dengan kegiatan sosial tersebut dilakukan dalam rangka peringatan Hari Nusantara pada 13 Desember mendatang.

Ketua Harian DPP KNTI, Dani Setiawan menyampaikan, Hari Nusantara sangat penting maknanya bagi nelayan. Pasalnya, peringatan Hari Nusantara menjadi momentum bagi nelayan kecil tradisional untuk mendesak pemerintah terus meningkatkan pemenuhan hak-hak nelayan.

“Ini merupakan momentum untuk membangun pondasi pembangunan Indonesia berbasis kelautan yang mensejahterakan rakyat,” kata Dani dalam keterangan tertulis yang diterima Ulasan.co, Sabtu (11/12).

Baca juga: Nelayan Bintan Temukan Kapal Pukat Harimau di Perairan Lingga

Apalagi, kata Dani, peringatan Hari Nusantara juga meneruskan mandat dari Dekrasi Djuanda yang menegaskan bahwa laut menyatukan Indonesia, mempertegas kedaulatan bangsa, serta memberi kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurutnya, ada tiga catatan utama terkait dengan pemenuhan hak-hak nelayan yaitu pertama pemenuhan akses dan ketersediaan BBM bersubsidi bagi nelayan kecil.

Untuk itu, pemerintah pusat, pemerintah daerah, BPH Migas, dan Pertamina, harus segera mempercepat proses kemudahan akses, penyediaan infrastruktur SPBUN, dan memastikan alokasi BBM bersubsidi yang mencukupi kebutuhan nelayan kecil dan tradisional.

“Untuk memperkuat hal ini, KNTI mendorong perubahan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, serta mendorong penggunaan Kartu KUSUKA sebagai alat untuk nelayan mengakses BBM Bersubsidi,” kata Dani.

Baca juga: Sebulan Ditahan, 4 Nelayan Bintan Akhirnya Dibebaskan Pemerintah Malaysia

Kedua, lanjutnya, memperkuat skema perlindungan dan keselamatan nelayan akibat dampak perubahan iklim dan kecelakaan di laut, terlebih cuaca ekstrem dan ombak yang besar menyebabkan perahu nelayan kecil yang bersandar juga sering mengalami kerusakan. Demikian pula dengan rumah-rumah nelayan di pesisir yang menjadi langganan terendam rob dan hantaman gelombang dan angin.

Ketua Harian KNTI mengatakan laporan dari anggotanya menyatakan rob yang menggenangi rumah nelayan dari tahun ke tahun makin parah.

“Surutnya makin lama, frekuensinya makan sering, begitupun ketinggian airnya makin tinggi. Alhasil aktivitas terganggu, selain itu nelayan harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memperbaiki rumah dan kerusakan lainnya yang disebabkan oleh rob berkepanjangan,” ujar Dani.

Baca juga: Nelayan Bintan Keluhkan Hasil Tangkap Berkurang Akibat Kapal Pukat

Ketiga, kata dia, masih terjadinya tumpang tindih wilayah atau zonasi tangkap nelayan kecil dan nelayan besar, bahkan masih maraknya beroperasi alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti trawl, termasuk juga dampak dari kegiatan nonperikanan seperti pertambangan dan pembangunan infrastruktur yang mengganggu wilayah tangkap nelayan kecil.

“Hari Nusantara adalah momentum bagi Indonesia meneguhkan kembali cita-cita pendiri bangsa untuk menjadikan laut sebagai pemersatu dan laut sumber kemakmuran bersama,” ujarnya.

“Sekaligus menjadi momentum untuk pemenuhan hak-hak nelayan seperti yang di amanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *