Harga Telur Anjlok, Peternak Minta Pemerintah Beli Telur 1.000 Ton per Hari

Harga Telur Anjlok, Peternak Minta Pemerintah Beli Telur 1.000 Ton per Hari
Peternak menyampaikan aspirasi saat aksi damai terkait anjloknya harga telur di Jakarta, Senin (11/10/2021). Foto: Antara

Jakarta – Ratusan peternak dari sejumlah daerah meminta agar pemerintah dapat menyerap telur peternak sebanyak 1.000 ton per hari, saat aksi damai yang digelar di sejumlah lokasi wilayah Jakarta, Senin (11/10).

Salah satu peternak asal Blitar yang turun dalam aksi tersebut, Rofi Yasifun mengatakan kebijakan tersebut dapat menjadi program pemerintah yang dapat melindungi peternak petelur dari kerugian yang telah dialami selama Juli 2021.

“Kita minta agar pemerintah membeli telur kami peternak rakyat untuk diserap minimal 1.000 ton per hari selama minimal satu minggu,” kata Rofi saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Baca juga: Peternak Ayam Tidak Ada Penyebab Kelangkaan Telur di Natuna

Rofi menuturkan harga telur yang anjlok dipengaruhi karena produksi yang melimpah, namun tidak sebanding dengan konsumsi atau kebutuhan yang diperlukan.

Petani mengaku telah merugi sejak akhir Juli 2021 karena harga pakan yang terus meningkat. Saat ini, harga jagung pakan yang memakan 50 persen produksi sudah mencapai Rp6.300 sampai Rp6.800, dari sebelumnya berkisar Rp4.500.

Di sisi lain, harga telur di tingkat peternak hanya mencapai Rp12.500 hingga Rp13.500 per kg atau jauh di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) telur berkisar Rp21.500-Rp22.500 per kg.

“Kita setiap hari merugi antara Rp8.000 sampai Rp9.000. Harga pakan memang mahal, tapi yang utama kalau harga telur murah, kita akan gulung tikar. Sekarang pun sudah banyak yang gulung tikar,” ujar Rofi.

Baca juga: Telur Langka di Ranai Natuna, Harganya Tembus Rp60 Ribu per Papan

Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) Alvino Antonio juga menegaskan agar pemerintah dapat mengatur kebijakan budidaya ayam petelur hanya untuk peternak rakyat.

Artinya, perusahaan yang memiliki Grand Parent Stock (GPS), Parent Stock (PS) dan pakan serta afiliasinya, dilarang melakukan budidaya, menjual ayam hidup dan telur ke pasar tradisional.

“Kebijakan seharusnya berpihak untuk melindungi peternak rakyat. Budidaya ayam petelur dikembalikan 100 persen kepada peternak rakyat dengan menerbitkan Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden,” ucap Alvino.

Dalam aksi damai ini, peternak yang didukung Badan Eksekutif Mahasiswa dari empat universitas menyampaikan tuntutan di sejumlah titik, yakni Lapangan IRTI Monas, Kementerian Perdagangan, Kompleks DPR/MPR Senayan, Kementerian Sosial, Kantor Charoen Pokphand Indonesia, Japfa dan Kementerian Pertanian Ragunan, Jakarta Selatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *