Merawat Tradisi Sampan Layar di Perbatasan Negeri

Merawat Tradisi Sampan Layar di Perbatasan Negeri
Peserta sampan layar saat berlayar di perairan Belakang Padang, Batam, Kepri. (Foto: Muhamad Islahuddin)

BATAM – Puluhan sampan layar warna warni berbaris rapi di perairan perbatasan Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau dengan Singapura, Rabu, 17 Agustus 2022.

Sampan-sampan itu datang dari berbagai pulau di Batam bersama nakhodanya yang telah siap mengembangkan layarnya. Mereka akan berlayar mengintari area perlombaan yang telah ditentukan panita.

“Sambu balek ke Pulau Meriam. Meriam balek ke Sambu Kecil, balek lagi ke Pulau Meriam. Dari Meriam baru ke sini [pantai depan dataran Lang Laut]. Kurang lebih dua setengah kali putaran,” kata Musa Jantan, panitia lomba sampan layar.

Empat kategori sampan layar atau sampan kolek diperlombakan di sana. Kolek tiga, lima, tujuh dan sembilan. Setiap sampan dinakhodai sesuai kategorinya, kolek tiga dinakhodai tiga orang, begitu seterusnya. “Dulu banyak kategori dari orang dua belas sampai satu. Sekarang seadanya saja,” kata pria paruh baya itu.

Lomba sampan layar ini telah menjadi tradisi tahunan di Belakang Padang sejak tahun 1959. Menurut Musa, dulu pertama kali dimainkan di Singapura setiap tanggal 1 Januari di jembatan Merdeka. Namun, sejak tidak ada lagi perlombaan di sana, mulailah dimaikan di Belakang Padang.

Ia hanya ingin budaya ini terus terjaga setiap tahunnya. “Sisa satu-satunya budaya laut tinggal ini. kami tak bisa lakukan jong, sulit tempatnya,” katanya.

Merawat Tradisi Sampan Layar di Perbatasan Negeri
Peserta sampan layar saat berlayar di perairan Belakang Padang, Batam, Kepri. (Foto: Muhamad Islahuddin)

Sampan Layar Pasca Pandemi

Perlombaan sampan layar ini kembali diadakan setelah tiga tahun vakum akibat pamdemi Covid-19. Pesertanya tidak banyak seperti biasanya. Jika dulu mencapai 72 peserta, kali ini hanya 22 peserta saja.

“Alhamdulillah, atas izin Allah kita bisa adakan kembali sampan layar di Belakang Padang. Kolek sembilan ada sembilan 9 sampan, tujuh ada enam sampan, lima ada enam sampan, dan tiga ada dua sampan,” kata Musa.

Cerita Sang Pemenang Kolek Sembilan

Fadli, salah seorang nakhoda sampan kolek sembilan yang mereka beri nama ‘Penguase Laot’ berhasil menang dalam lomba ini mengaku tak mudah bisa meraih juara tersebut.

Pasalnya, layar yang mereka gunakan sempat mengalami masalah. “Layar kami itu, kalau kate kami orang pulau die punye bom itu patah. Itu sangat fatal sebenarnya, itulah untuk mengontrol angin,” kata Fadli usai perlombaan.

Namun, ia menyakini, berkat izin Tuhan dan kerja sama timnya, ia berhasil sampai lebih dulu dan menjadi juara.

“Luar biasa dia punya susah soalnya di sana ada sembilan peserta. Dengan adanya kerjasama dan kekompakan, Alhamdulillah kita bisa menjuarainya. Kendala di situ berat, kalau tak dipaksa tak bisa juara,” kata Fadli.

Baca juga: Panjat Pinang Emak-Emak Meriahkan HUT ke-77 RI di Natuna