Terpisah, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tanjungpinang-Bintan, Zakmi, mengecam aksi pelarangan aktifitas jurnalistik di Pelabuhan SBP Tanjungpinang.
Zakmi menjelaskan, hingga saat ini tidak ada aturan hukum yang menyatakkan larangan mengambil, mengakses atau mendapatkan informasi di tempat-tempat fasilitas pelayanan umum dan pelayanan sosial, kecuali hal-hal yang sifatnya privasi di ruang tertutup yang terdapat di fasum maupuan fasos.
Ia mengatkan, tidak melihat Pelabuhan SBP Tanjungpinang sebagai ruang privasi melainkan ruang publik yang bisa diakses oleh siapapun, apalagi wartawan yang tugasnya dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Wartawan.
Zakmi menekankan, pelarangan atau menghalang-halangi kerja wartawan melanggar hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) UU No 40 Tahun 1999 tentang pers.
“Jadi, dalam pasal tersbut dijelaskan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) UU Pers No 40 Tahun 1999 terancam dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500 juta rupiah,” ungkap Zakmi.
Zakmi melihat keanehan sdari setiap laporan wartawan di Tanjungpinang kepadanya menganai larangan peliputan di Pelabuahn SBP Tanjungpinang yang dikelola BUMN Pelindo I Tanjungpinang.
Dia melalui PWI Tanjungpinang Bintan akan segera menyurati BUMN pusat untuk mengevaluasi pimpinan BUMN Pelindo di daerah upaya mengevaluasi kinerja BUMN di daerah untuk memberikan pelayanan dan tidak merugikan masyarakat.
“Untuk itu, kita minta dari BUMN pusat untuk dapat mengevaluasi kinerja General Manager BUMN Pelindo di daerah,” tegasnya.