Pembangunan Halte Sekolah di Lingga Makan Bahu Jalan, Diduga Langgar Aturan

Halte
Proyek pembangunan halte sekolah oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, menuai sorotan tajam. (Foto: Ifaturamadan Adi Saswandy)

LINGGA – Proyek pembangunan halte sekolah oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, menuai sorotan tajam. Alih-alih meningkatkan kenyamanan dan keselamatan pelajar, proyek yang bersumber dari APBD 2024 ini justru dinilai menyalahi aturan dan berpotensi membahayakan.

Dua halte tersebut dibangun di depan SMA Negeri 1 Dabo Singkep dan SMP Negeri 1 Dabo Singkep. Namun, alih-alih berada di lokasi yang ideal, bangunan halte justru menjorok ke jalan dan memakan bahu jalan. Atapnya bahkan menggantung di atas jalur kendaraan, menimbulkan risiko tersangkut, terutama bagi kendaraan besar seperti bus dan truk.

Pantauan Ulasan.co menunjukkan posisi halte berdiri persis di bibir jalan aspal, nyaris tanpa ruang sisa antara bangunan dan lalu lintas. Kondisi ini tak hanya rawan kecelakaan, tapi juga mengganggu fungsi jalan dan mengancam keselamatan pelajar yang menunggu di halte tersebut.

Kritik pun datang dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Azerah, anggota Organisasi Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Lingga. Ia menyebut proyek tersebut cacat secara teknis dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

“Proyek halte di SMP Negeri 1 Singkep dan SMA Negeri 1 Singkep jelas melanggar aturan. Ini bukan sekadar kesalahan teknis, tapi pelanggaran hukum,” tegasnya, Kamis, 10 April 2025.

Azerah merujuk pada Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang menyatakan bahwa trotoar adalah bagian dari fasilitas pendukung lalu lintas. Sementara halte ini mengambil alih fungsi trotoar dan bahu jalan, yang seharusnya steril dari bangunan.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa gangguan terhadap perlengkapan jalan bisa dikenakan sanksi pidana. Hal ini tercantum dalam Pasal 28 ayat (2), Pasal 274 ayat (2), dan Pasal 275 ayat (1) UU LLAJ, dengan ancaman hukuman penjara hingga satu tahun atau denda maksimal Rp250 juta.

Tak hanya dari sisi legalitas, proyek ini juga dinilai bermasalah dari segi pelaksanaan. Dengan pagu anggaran yang disebut fantastis, pengerjaannya dilakukan tergesa-gesa di tengah musim hujan, memicu dugaan bahwa konstruksi dikerjakan asal jadi dan molor dari jadwal yang ditetapkan dalam papan proyek.

Kekhawatiran pun muncul dari masyarakat dan orang tua siswa. Mereka menyayangkan dana publik digunakan untuk proyek yang dinilai kurang perencanaan dan minim koordinasi antarinstansi, terutama yang berkaitan dengan keselamatan lalu lintas.

“Alih-alih memberi perlindungan dan kenyamanan bagi pelajar, halte ini justru menjadi ancaman baru di jalan raya,” keluh salah satu warga.

Baca juga: Darurat Infrastruktur, Jalan Masuk Pelabuhan Roro Penarik Lingga Dipenuhi Lumpur

Dengan segala persoalan yang timbul, publik pun mendesak pemerintah daerah untuk segera mengevaluasi proyek tersebut secara menyeluruh, termasuk mempertimbangkan pembongkaran atau relokasi halte demi keselamatan bersama. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News

Close