Pencari Suaka Enggan Aksi Karena Hargai HUT RI

Tanjungpinang, ulasan.co – Ratusan pencari suaka memutuskan tidak akan melakukan aksi unjuk rasa pada bulan ini setelah lima hari dalam pekan ini demo di depan Kantor Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration/IOM) Kota Tanjungpinang.

Alzobier Pasha (27), pencari suaka asal Sudan, di Kantor Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration/IOM) Kota Tanjungpinang, Jumat (9/8), mengatakan, aksi demonstrasi hari ini terakhir dilaksanakan lantaran ada dua hari besar yang diperingati bangsa Indonesia dan umat Islam.

Pertama, pencari menghargai Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-74 pada 17 Agustus 2019. Kedua, pencari suaka merayakan Idul Adha.

“Kami ikut bahagia menyambut HUT RI. Karena itu, hari ini hari terakhir pada bulan ini kami demonstrasi,” katanya.

Pencari suaka juga menghargai ketentuan yang berlaku di Indonesia, termasuk berupaya beradaptasi dengan masyarakat berdasarkan tradisi dan nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi.

“Bukan tempat tinggal yang kami inginkan, tetapi kehidupan yang lebih baik sebagai anak bangsa, yang patut dilindungi dunia,” ujarnya.

Bulan depan para pencari suaka kembali melakukan aksi unjuk rasa, setiap hari kerja hingga Pemerintah Indonesia mau membantu para pencari suaka.

“Kami mendesak UNHCR agar bertanggung jawab, menempatkan kami ke Amerika Serikat, Kanada atau Australia,” katanya.

Ia mengatakan hari ini merupakan hari kelima para pengungsi berunjuk rasa, namun belum membuahkan hasil. Tuntutan pengunjuk rasa tetap sama yakni keadilan dan kebebasan.

“Kami ingin diperlakukan sebagai anak bangsa, mendapat kebebasan, keamanan, kenyamanan, pekerjaan, pendidikan, dan dapat menikah,” katanya.

Ia mengatakan aksi unjuk rasa ini menguras energi para pencari suaka. Mereka harus mengeluarkan uang untuk menyewa angkot. Satu angkot disewa dengan harga Rp150.000.

Jumlah angkot yang disewa untuk mengantar mereka ke Kantor IOM Tanjungpinang sebanyak sembilan unit.

Sementara dalam sebulan mereka hanya mendapatkan uang dari IOM sebesar Rp1,2 juta. Uang tersebut, menurutnya tidak mencukupi.

“Terpaksa kami mengurangi makan yang biasanya dua kali sehari, menjadi sehari sekali untuk membayar sewa angkot,” katanya.