Pengamat: Aturan Pengolahan Sedimentasi Laut Wajib Dikaji Ulang

Pengamat kebijakan publik, Alfiandri. (Foto; Muhammad Chairuddin/Ulasan.co)

TANJUNGPINANG – Pengamat Kebijakan Publik sekaligus dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, Alfiandri menegaskan, kebijakan pengelolaan sedimentasi laut di Kepulauan Riau (Kepri) harus dikaji ulang.

Meskipun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut sudah dijamin Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2023 lalu.

“PP yang terbit ini harus bisa membuktikan bahwa aturan itu hanya memiliki dampak yang holistik secara positif dan bermanfaat,” tegasnya, Jumat (9/6).

Ia memandang, Pemerintah Provinsi Kepri harus memiliki perspektifnya tentang kemasalahatan yang sudah pasti ada plus minus jika penerapannya dilakukan di perairan Kepri.

“Nah, risiko dan dampak ini harus segera dipertimbangkan serta dipikirkan,” ucapnya.

Kalau pengelolaan sedimentasi laut adalah menjawab keterbutuhan kepentingan yang lebih besar maka pemerintah harus juga mempertimbangkan dampak dan aspek sosial ekonomi yang akan ditimbulkan.

“Yang terpenting adalah pengelolaan pasir sedimentasi itu harus memiliki kajian komprehentif, baik aspek geologi, ekonomi, transportasi, ekologi, dan lain-lainya yang beririsan langsung dengan aspek pasir itu sendiri,” sarannya demikian.

Senada disampaikan, Rektor UMRAH Prof. Agung Dhamar Sakti, turut mendorong pemerintah untuk melakukan kajian lebih serius agar masyarakat, misalnya nelayan tidak merasa dirugikan.

“Sedimentasi laut tidak bisa dihitung secara generalisasi. Dinamika perairan dan arus antarwilayah berbeda sehingga penghitungan sedimentasi seharusnya sangat lokalistik dan spesifik wilayah,” ujarnya.

Baca juga: Forum Nelayan Batam Khawatir Ekspor Pasir Laut Berdampak Buruk

Kalaupun kegiatan sedimentasi dan ekspor pasir tetap dilakukan, implementasinya harus secara baik, transparan, dan terbuka.

“Pemerintah dinilai perlu lebih terbuka ke publik terkait rencana ekspor pasir laut, lokasi pengambilan pasir laut, nilai ekspornya, serta penerimaan negara. Dengan demikian, publik bisa mengawal sehingga bisa menekan celah penyimpangan ekspor pasir laut,” terangnya demikian. (*)

Ikuti Berita Lainnya diĀ Google News