Rupiah Tumbang ke Level Rp16 Ribu per Dolar AS, Dipicu Konflik Israel-Iran

Ilustrasi perdagangan valas Rupiah dan Dolar Amerika Serikat (AS). (Foto:Dok/Cermati)

JAKARTA – Nilai tukar Rupiah tumbang di posisi Rp16.050 per Dolas AS, pada pembukaan perdagangan pasar spot, Selasa 16 April 2024.

Mengutip Refinitiv, Selasa 16 April 2024, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS bergerak melemah 1,33 persen atau Rp16.050 per Dolar AS.

Bahkan Rupiah sempat menyentuh Rp16.200 per dolar AS pukul 09.28 WIB, sebelum berubah ke Rp16.170 per dolar AS pada pukul 10.13 WIB.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI, Edi Susianto mengungkapkan selama periode libur Lebaran Idulfitri 2024 terdapat perkembangan di tingkat global.

Dimana rilis data fundamental AS makin menunjukkan bahwa ekonomi AS masih cukup kuat seperti data inflasi dan retail sales yang di atas ekspektasi pasar.

Selain itu, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh memanasnya konflik di timur tengah khususnya konflik Iran-Israel.

“Perkembangan tersebut menyebabkan makin kuatnya sentimen risk off, sehingga mata uang emerging market khususnya Asia mengalami pelemahan terhadap dolar AS,” ujar Edi dikutip dari cnbcIndonesia.

Selain Rupiah, mata uang di kawasan Asia kompak bergerak di zona merah. Tercatat, Baht Thailand melemah 0,32 persen, Won Korea Selatan minus 1 persen.

Selanjutnya Peso Filipina minus 0,25 persen, dan yen Jepang minus 0,03 persen. Lalu, ringgit Malaysia melemah 0,2 persen, serta Yuan China minus 0,01 persen.

Kemudian Dolar Singapura minus 0,21 persen, Rupee India minus 0,03 persen, dan dolar Hong Kong 0,03 persen.

Begitu juga dengan mata uang negara maju yang juga ambruk. Dolar Australia melemah 0,48 persen, Franc Swiss minus 0,15 persen.

Kemudian Poundsterling Inggris minus 0,15 persen, euro Eropa minus 0,12 persen, dan Dolar Kanada minus 0,15 persen.

Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra memproyeksi rupiah melemah hari ini. Menurutnya, sentimen penundaan pemangkasan suku bunga acuan AS dan tensi konflik geopolitik yang tinggi mendorong penguatan Dolar AS belakangan ini.

“Selama libur Lebaran, rilis data inflasi konsumen AS bulan Maret lebih tinggi dari ekspektasi pasar menurunkan ekspektasi bahwa The Fed akan melakukan pemangkasan dalam waktu dekat,” kata Ariston dikutip dari cnnIndonesia.

Sementara untuk sentimen geopolitik, konflik di Timur Tengah terutama serangan balasan Iran yang langsung ke negara Israel menaikkan ketegangan di wilayah tersebut.

Dia menilai, serangan balasan Iran tersebut mengundang kekhawatiran pasar akan munculnya perang baru.

Malapetaka itu dapat menyebabkan gangguan suplai, meningkatkan inflasi, hingga memicu pelambatan ekonomi global.