JAKARTA – Menteri Keuangan RI Sri Mulyani beberkan nasib Indonesia jika dunia mengalami resesi-ekonomi yang diprediksi makin nyata di tahun 2023 mendatang.
Sri Mulyani menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan bank sentral di sejumlah negara di dunia membuat resesi ekonomi makin nyata dan diprediksi terjadi 2023.
Langkah menaikkan suku bunga acuan tersebut demi meredam lonjakan inflasi. Namun, Sri Mulyani memastikan, kebijakan itu justru menghambat laju pertumbuhan ekonomi yang menuai ancaman resesi makin sulit dihindari.
Ia mencatat, suku bunga acuan bank sentral di Inggris sudah naik 200 basis poin selama 2022. Hal yang sama juga terjadi di Amerika Serikat (AS), yang sudah naik 300 bps sejak awal tahun.
“Kenaikan suku bunga cukup ekstrem bersama-sama, maka dunia pasti resesi pada 2023,” tutur Ani dalam konferensi pers, Senin (26/9) yang dikutip dari cnnindonesia.
Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,01 persen pada kuartal I 2022, dan laju inflasi masih terkendali di level 4,35 persen pada Juni lalu menjadi dasar bahwa perekonomian Indonesia masih cukup sehat dan aman dari ancaman resesi.
Baca juga: Berhasil Tekan Inflasi, 10 Daerah Dapat Hadiah Rp10 Miliar
Belum lagi utang luar negeri pemerintah juga menurun. Begitu pula dengan utang korporasi yang semakin rendah. Menurut data BI, utang luar negeri RI sebesar US$415 miliar pada akhir Mei 2022. Angka tersebut turun 4,9 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Sri Mulyani percaya diri dengan sinergi kebijakan fiskal, moneter, hingga riil yang diklaim membuat perekonomian Indonesia tetap kuat di tengah berbagai tekanan global.
APBN menjadi shock absorber atau bantalan saat terjadi guncangan atau krisis, mulai dari energi, pangan, hingga keuangan. Namun, APBN tidak bisa terus menjadi penopang, terutama saat perekonomian mulai pulih.
Ia mengatakan, membayar pajak menjadi salah satu cara agar APBN bisa tetap sehat. Dengan begitu, APBN bisa terus membantu masyarakat ketika krisis lanjutan muncul di masa mendatang.
“Kita (Indonesia) relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risiko (potensi resesi) 3 persen,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers di Nusa Dua, Rabu (13/7).