Tanjungpinang, Ulasan. Co – Berbagai karya tari kontemporer hiasi malam Minggu masyarakat kota Tanjungpinang yang menghabiskan waktunya di Gedung Gonggong pada Sabtu (5/10)
Dalam rangka Workshop & Pementasan Tari Kontemporer, SasiKirana KoreoLAB & Dance Camp bekerja sama dengan sanggar seni Lela Bersembah dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mempertunjukkan berbagai penampilan tari kontemporer untuk menghibur masyarakat Kota Tanjungpinang di malam Minggu kemarin. Hal tersebut disampaikan oleh Keni K Soeriaatmadja selaku Direktur Program Sasikirana KoreoLAB & Dance Camp.
“Ini kita gelar selain dalam rangka riset Etnografi, workshop ini juga sebagai pengasah teman-teman yang berminat di bidang tari kontemporer. Kami juga bekerjasama dengan dinas-dinas terkait seperti Pemprov,” ujarnya.
Pada kegiatan yang berlangsung selama lima hari itu, Sasikirana KoreoLAB & Dance Camp menghadirkan berbagai narasumber untuk mengisi materi serta beberapa koreografer Nasional dari berbagai daerah di Indonesia.
“Kegiatan ini berlangsung selama lima hari dimulai dari tanggal 1 sampai dengan sekarang tanggal 5. Dalam kegiatan ini, kami menghadirkan berbagai narasumber dan juga koreografer dari berbagai daerah di Indonesia. Kelima koreografer itu adalah Riyo Tulus Pernando dari Riau, Abib Habibi Igal dari Kalimantan Tengah, Isa Al Awwam H. Usman dari Tidore, dan Puri Senjani Apriliani dari Surabaya” ujar Keni lagi.
Selain itu, Keni juga menjelaskan Selama berada di Kota Tanjungpinang, para peserta dan juga pihak penyelenggara sendiri sempat mengelilingi kota Tanjungpinang sembari melakukan riset. Dimulai dari pulau penyengat, Akau, dan tempat wisata serta budaya lainnya. Hal itu dilakukan agar teman-teman dapat mengenal kebudayaan masyarakat Kepulauan Riau dan menjadi bahan untuk mengembangkan karya mereka di Kota Tanjungpinang.
Memilih Kota Tanjungpinang sebagai destinasi Sasikirana KoreoLAB & Dance Camp tahun ini bukanlah tanpa alasan. Berawal dari rekomendasi salah satu alumni kegiatan yaitu Rudi Tangker serta melihat berbagai keunikan dan kebudayaan di Tanjungpinang, Sasikirana pun akhirnya menetapkan Tanjungpinang sebagai tempat pelaksanaan Workshop & Pementasan Tari Kontemporer.
“Ya selama ini kami hanya di Bandung karena kebetulan kami juga berdomisili di Bandung. Tapi kemarin salah satu alumni kegiatan ini yaitu bang Rudi Tangker mengusulkan Tanjungpinang. Kebetulan kami juga ingin berkenalan dengan teman-teman langsung di daerah kelahirannya. Kita selama ini memang ada rekrutmen dari Aceh sampai Papua tapi kita tidak pernah merasakan langsung daerahnya seperti apa,” ucap Keni.
Berbagai tari kontemporer dengan konsep yang berbeda-beda pun disajikan pada malam puncak sekaligus penutupan Workshop & Pementasan Tari Kontemporer tersebut. Setelah riset keliling Tanjungpinang, setiap koreografer berhasil melahirkan sebuah konsep yang diambil langsung dari kebudayaan kepulauan Riau khususnya Gurindam 12. Dimulai dari Riyo yang melahirkan konsep dari penghayatan gurindam 12 sampai dengan Puri Senjani yang melahirkan konsepnya dari efek saat membaca gurindam 12.
Rudi Tangker selaku penyelenggara dari kegiatan tersebut pun sempat menyampaikan pandangannya kenapa ia menyarankan Tanjungpinang sampai dengan harapan untuk kegiatan dan seluruh peserta ditahun ini.
“Ya saya menyarankan Tanjungpinang sebagai tempat kegiatan tahun ini kerena saya adalah alumni juga dari kegiatan ini di Bandung dan saya pun terpikir bahwa suatu saat kegiatan ini harus ada di Tanjungpinang. Hingga pada akhirnya saya berambisi kegiatan ini harus ada di Tanjungpinang. Saya berharap teman-teman peserta tahun ini punya jaringan terus, hubungan yang baik dengan para koreolab dari luar dan Sasikirana KoreoLAB & Dance Camp serta punya pacu prestasi dan dapat menciptakan sesuatu yang baru,” ujarnya.
Terakhir, Keni juga sempat mengemukakan harapannya.
“Harapannya semoga lebih banyak lagi daerah yang bisa kami kenali dan Masyarakat pun dapat mengenali tari kontemporer sebagai media untuk memahami kebudayaannya sendiri dengan kacamata dan perspektif lain yang mungkin terlihat baru padahal sebenarnya itulah jejak-jejak tubuhnya sendiri,” tutup Keni.
Pewarta: Chairuddin