Waspada! Modus Penipuan di Dunia Properti

Waspada! Modus Penipuan di Dunia Properti
Ilustrasi jual beli properti (Pixabay)

Jakarta – Ada sejumlah modus penipuan di dunia properti yang kerap kali terjadi. Bahkan, korbannya pun datang dari berbagai kalangan, awam dan bisa juga menimpa masyarakat secara keseluruhan tanpa memandang kelas sosial.

Sebagai bentuk antisipasi dan literasi kepada masyarakat, Ahli Properti dan Pembiayaan, Vina Yenastri membeberkan beberapa modus penipuan yang wajib diwaspadai baik oleh penjual maupun pembeli properti.

Baca juga: Stimulus Pemerintah Masih Diharapkan di Sektor Properti

Berikut beberapa modus penipuan yang kerap terjadi di dunia properti seperti dikutip dari keterangan pers, Kamis (17/02):

1. Modus dengan SMS

Menurut Vina, modus penipuan ini paling sering terjadi dan hampir setiap orang sudah menyadari pada dasarnya trik penipuan ini. Namun, tak jarang masih ada saja pihak-pihak yang dirugikan.

“Dari sisi penjual properti, ada orang SMS pura-pura tertarik dengan propertinya, lalu ditelepon dan ada permainan kata-kata dari penipu. Hingga dapat mengakibatkan penjual tertipu,” kata Vina.

2. DP dibawa oknum perantara

Jika menggunakan perantara, pastikan sudah terdaftar di Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) dan ditransfer ke rekening perusahaan.

Vina menuturkan, ketika ingin menjual properti menggunakan perantara, baik itu saudara sendiri atau agen properti, maka sebenarnya lebih aman menggunakan agen properti.

Baca juga: Masyarakat Harus Waspadai Modus Penipuan Online

“Jadi ketika si pembeli membayar DP menggunakan rekening perantara, rekeningnya harus berupa rekening PT dari si agen propertinya. Tapi kalau tidak menggunakan broker atau agen properti, dalam artian tidak ada pihak ketiga, sebaiknya DP itu ditransfer ke rekening penjualnya atau yang namanya ada di sertifikat,” tutur dia.

Lalu, bagaimana kalau si penjualnya yang kabur dan transaksinya belum selesai? Sebelum melakukan transfer atau pembiayaan apapun kepada di penjual, harus menggunakan perjanjian resmi.

“Kemungkinan (penipuan) tersebut pasti ada ya, tapi bisa diminimalisir dengan perjanjian itu. Jadi semisal jika si penjual abai atau lalai, seperti apa sanksi atau kesepakatan antara si penjual dan pembeli,” kata Vina.