RUSIA – Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan, telah memerintahkan militernya untuk mengarahkan pesawat tempur kelas beratnya MiG-31K/I dengan menggotong rudal balistik hipersonik Kh-47M2 Kinzhal di wilayah udara netral Laut Hitam sejak Rabu (18/10/2023).
Putin mengerahkan jet tempur MiG-31 dengan sistem rudal hipersonik Kinzhal, sebagai respon strategis seiring meningkatnya ketidakstabilan situasi konflik di kawasan Timur Tengah antara Israel-Hamas di Palestina.
Presiden Putin menekankan, “Pesawat MiG-31 kami dengan persenjataan yang mencakup sistem rudal Kinzhal. Sistem ini, sebagaimana diketahui secara luas, memiliki jangkauan yang melampaui 1.000 km, dan mencapai kecepatan Mach-9. Langkah strategis ini merupakan respons terhadap meningkatnya ketidakstabilan situasi di kawasan Timur Tengah,” seperti yang dilaporkan TASS.
MiG-31 terbang dengan misi khususnya, mengawasi dua kelompok penyerang kapal induk di dekat Israel di Laut Mediterania yang dikerahkan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) yang menjadi sorotan sebagai elemen pemicu ketegangan.
Patroli yang dilaksanakan jet tempur MiG-31 Rusia, akan berpengaruh dalam menempatkan kawasan Mediterania Timur dalam jangkauan radius senjata sistem rudal balistik hipersonik yang mempersenjatai pesawat ini.
Baca juga: Korsel Bakal Depak Indonesia dari Proyek Pesawat Tempur KF-21
Sejak dimulainya perang Israel-Hamas pada Sabtu 7 Oktober 2023 lalu, telah terjadi peningkatan substansial dalam kehadiran militer AS di Timur Tengah dan wilayah sekitarnya. Peningkatan dramatis ini terlihat dalam pengerahan sejumlah besar aset militer.
AS mengerahkan dua kapal induk bertenaga nuklir, yang didukung oleh pasukan respons cepat laut, jet serang A-10, pesawat tempur F-15 ‘Strike Eagle’, dan pesawat tempur garis depan, serta menyebarkan pesawat pengebom B-1B, dan beragam sumber daya lainnya.
Jejak militer AS yang semakin besar di wilayah tersebut, tentunya sangat berpotensi mengancam kekuatan dan kepentingan Rusia yang berada di wilayah Timur Tengah.
Perkembangan ini sejalan dengan meningkatnya peringatan mengenai milisi jihadis, yang diduga melakukan operasi di bawah jaringan pengaman yang disediakan oleh sekutu Washington di NATO, yaitu Turki. Kelompok-kelompok ini dilaporkan sedang merencanakan serangkaian serangan terhadap sasaran kepentingan Rusia di Suriah.
Rusia lindungi Bashar Al-Assad, Suriah
Meningkatnya kemungkinan intervensi AS terhadap Suriah, Hizbullah, dan kemungkinan Iran yang lahir dari meningkatnya ketegangan dengan Israel, memperjelas komitmen kuat Rusia untuk mencegah jatuhnya negara Suriah.
Sehingga, faktor besarnya fasilitas militer Rusia yang terletak di Suriah, dan kemungkinan keterlibatan Rusia menjadi kenyataan yang masuk akal jika serangan terhadap Suriah benar-benar terjadi.
Pada tahun 2023, situasi di Suriah menunjukkan peningkatan ketegangan yang nyata antara pasukan Amerika dan Rusia. Rusia tidak henti-hentinya melontarkan kritiknya terhadap apa yang secara luas dianggap sebagai pendudukan militer AS yang melanggar hukum di Suriah Timur Laut, serta pengadaan dan penjualan minyak Suriah secara ilegal.
Meskipun kehadiran militer Rusia di wilayah tersebut masih relatif kecil, nilai strategis aset Laut Hitam, khususnya dalam hal dukungan tembakan, sangatlah penting.
Preseden sejarah memperkuat sudut pandang ini, seperti yang terlihat dalam manuver anti-pemberontakan di Suriah pada tahun 2015. Armada Laut Hitam dan pesawat pengebom regional melancarkan serangan rudal jelajah, yang menunjukkan kemampuan operasional dan relevansi strategis aset-aset di Laut Hitam.