Benarkah Mengajak Orang Lain Golput Bisa Dihukum Penjara 3 Tahun, Simak Ulasannya

Ilustrasi - Golongan Putih atau Golput bukan solusi, maka dukung Pemilu 2024 Jurdil (Jujur dan Adil).
Ilustrasi - Golongan Putih atau Golput bukan solusi, maka dukung Pemilu 2024 Jurdil (Jujur dan Adil). (gambar: desain grafis ulasan)

Hai Sahabat Ulasan, tahukah kalian ternyata mengajak orang lain untuk tidak menggunakan hak pilih mereka dalam Pemilihan Umum (Pemilu) atau golput bisa dikenakan sanksi loh.

Tapi sabar dulu, mengajak orang lain untuk golput tersebut dengan mengiming-imingkan uang atau materi dapat dikenakan sanksi hukuman penjara selama tiga tahun dan denda sebesar Rp 36 juta.

Ketentuan ini diatur dalam pasal 515 Undang-Undang Pemilu yang menyatakan:

“Setiap individu yang dengan sengaja, saat proses pemungutan suara, menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih dengan tujuan untuk menghalangi mereka menggunakan hak pilihnya, memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, dapat dikenakan hukuman penjara maksimal selama 3 (tiga) tahun dan denda maksimal Rp36 juta.”

Seperti dilansir dari situs Prambors FM, bahwa golput merupakan singkatan dari golongan putih. Hal ini merujuk pada kelompok masyarakat yang memilih untuk tidak memilih dalam suatu pemilihan. Ini adalah bagian dari hak pilih dalam negara yang menganggap pemilihan sebagai hak, bukan sebagai kewajiban.

Istilah golput muncul selama era Orde Baru. Dimana dalam istilah “putih” merujuk pada tindakan memilih warna putih pada surat suara. Selain pilihan warna kuning (Golkar), warna merah (PDIP), dan warna hijau (PPP), karena pada masa Orde Baru, hanya ada tiga partai politik tersebut.

Ternyata, Tidak Ada Aturan Pemilih yang Golput

Namun, menurut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang dikutip dari situs resminya, tidak memilih dalam pemilu tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. ICJR menjelaskan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar oleh seseorang yang memilih untuk golput.

Dalam Undang-Undang Pemilu, disebutkan dengan jelas bahwa sanksi tersebut hanya berlaku jika seseorang menghambat hak pilih orang lain dengan menjanjikan insentif berupa uang atau materi.

Baca Juga: Pemilu 2024 Didominasi oleh Gen Z dan Milenial, Berikut Fakta-fakta Peran Anak Muda

Oleh karena itu, tanpa ada janji atau pemberian uang atau materi. Tindakan sekadar mendorong orang untuk golput tidak dapat dikenakan sanksi hukum.

Jumlah Golput Pada Pemilu Sebelumnya

Seperti tahun-tahun sebelumnya, masalah golput selalu menjadi perhatian utama. Namun, tidak semua keputusan untuk golput berasal dari motivasi moral atau idealisme yang tulus.

Pada Pemilu pasca Reformasi, banyak orang memilih untuk golput bukan karena alasan idealisme, melainkan karena situasi yang memaksa mereka untuk tidak memberikan suara.

Pada Pemilu 2019, tingkat golput termasuk yang terendah sejak tahun 2004. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah masyarakat yang memilih golput pada tahun 2019 adalah sekitar 34,75 juta orang atau sekitar 18,02 persen dari total pemilih yang terdaftar. Di tahun 2014, jumlah golput mencapai 58,61 juta orang atau sekitar 30,22 persen dari total pemilih.

Pada Pemilu 2024, mayoritas pemilih yang terdaftar adalah pemilih muda. Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa sekitar 56,4 persen pemilih adalah pemuda pada Pemilu 2024, melebihi setengah dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Namun sayangnya, menurut hasil survei dari Centre for Strategic and International (CSIS), sekitar 11,8 persen dari responden memilih untuk golput.

Penyebab Golput

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang memilih untuk golput atau tidak dapat mencoblos, antara lain:

1. Apati terhadap Politik:

Masyarakat yang bersikap apatis terhadap politik merupakan salah satu alasan tingginya angka golput. Mereka tidak lagi tertarik pada urusan politik, bahkan mungkin tidak memahami konsep golput dan risikonya dalam setiap pemilu.

Ketidakpedulian dan ketidakpercayaan ini muncul karena mereka merasa bahwa tidak ada dampak positif yang dirasakan setelah pemilihan. Sementara itu, berita tentang tindakan korupsi oleh para pemimpin dan wakil rakyat semakin meningkatkan rasa apatis terhadap pejabat publik.

Namun, sebenarnya golput bukanlah solusi untuk mengatasi masalah ini. Sebaliknya, dengan menggunakan hak pilih pada pemilu, masyarakat dapat memilih pemimpin yang berintegritas dan anti-korupsi, sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan bersih, adil, dan merata.

Masyarakat perlu berani menolak politik uang dan berkomitmen untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan memperhatikan kepentingan rakyat.

2. Ketidaktahuan tentang Pemilu:

Meskipun informasi tentang pemilu disampaikan melalui media massa dan media sosial, tidak semua orang mengetahui tanggal pasti pelaksanaannya. Survei yang dilakukan oleh LSI sebulan sebelum hari pemungutan suara pada Pemilu 2019 menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak mengetahui tanggal pasti pemilu.

Sebanyak 29,5 persen dari 1.200 responden mengaku tidak tahu bahwa pemilu akan dilaksanakan pada bulan April, dan 24,2 persen yang mengetahui bulannya tidak dapat menjawab tanggal pasti pelaksanaannya.

Selama periode pemilu, peran KPK dalam menyosialisasikan dan mengajak masyarakat untuk menjadi pemilih yang cerdas sangat penting. Salah satu caranya adalah dengan menolak praktik politik uang dan tidak memilih pemimpin atau partai politik yang terlibat dalam praktik tersebut.

3. Keterbatasan Fasilitas untuk Disabilitas:

Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk memberikan suara pada hari pemilu seperti warga negara Indonesia lainnya. Namun, seringkali keterbatasan yang mereka miliki menghambat kemampuan mereka untuk mencoblos. Misalkan sulitnya mencapai lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau tidak tersedianya surat suara khusus untuk disabilitas.

Meskipun pada tahun 2019 terdapat sekitar 1,2 juta pemilih disabilitas, banyak di antara mereka di Yogyakarta. Mereka kesulitan untuk mencoblos karena masalah mobilitas. Selain itu, banyak TPS yang tidak ramah bagi penyandang disabilitas. Karena harus melewati anak tangga, yang sulit diakses bagi pengguna kursi roda.

Ikuti Artikel Lainnya di Google News