Boeing Akhiri Produksi Jumbo Jet Ikonik 747

Pesawat jumbo jet penumpang berbadan lebar 747 pertama yang diluncurkan Boeing. (Foto:Boeing)

JAKARTA – Pabrikan Boeing resmi menyatakan untuk mengakhiri produksi jet komersial seri 747 setelah 53 tahun. Terakhir kalinya, pabrikan Boeing memproduksi pesawat terakhir untuk Atlas Air yang memesan varian kargo 747-8F.

Tampilan pesawat berbadan lebar 747 yang ikonik, tidak salah lagi akan terus terlihat di banyak bandara di seluruh dunia.

Tapi hal itu bisa saja berbeda, jika Boeing memiliki proyek lain dengan proposal yang mampu mengangkut ratusan penumpang.

Namun, tidak satu pun dari desainer tampaknya memiliki sedikit pun keindahan dan fungsionalitas dari desain yang dipilih oleh John Sutter.

John Sutter merupakan kepala desainer yang memimpin pengembangan jet seri 747 dengan punuk terkenal menjadi ikonnya.

Nyatanya, banyak yang berubah antara gagasan peluncuran pesawat yang mampu membawa sekitar 400 penumpang dan proyek CX-HLS pada tahun 1965.

Pada tahun itu, Boeing harus bersaing dengan Lockheed Maretin dan McDonnell Douglas untuk mendapatkan pesanan dari Angkatan Udara AS.

Awalnya, pembuat pesawat bermaksud untuk memiliki varian sipil dari kapal barang besar sayap tinggi, tetapi proyek tersebut segera terbukti tidak layak.

Meskipun beberapa konsep tetap ada, seperti pemasangan pintu kargo depan dan penggunaan mesin rasio bypass tinggi yang baru, Boeing mencoba menemukan kompromi terbaik. Aantara kapasitas penumpang yang tinggi dan fitur penting, seperti memungkinkan evakuasi yang efisien jika terjadi bencana dalam keadaan darurat.

Baca juga: Boeing dan NASA Rancang Pengganti Pesawat Seri 737 Masa Depan
John Sutter, ‘ayah’ dari jet penumpang dan kargo Boeing-747. (Foto:Boeing)

Proposal Awal Dek Ganda

Jauh sebelum Airbus meluncurkan A380, pesawat berbadan lebar double-deck-nya. Boeing mempelajari konfigurasi tersebut, dalam beberapa konsep dengan dimensi yang lebih kompak.

Dua diantaranya menempatkan kokpit di dek atas, dengan badan pesawat yang lebih pendek dan sayap yang rendah. Variasi lain memiliki lebih banyak penstabil sapuan, dan sayap yang diposisikan setengah tinggi.

Lebar kabin bisa antara enam dan delapan kursi per baris, tetapi secara umum mereka terbukti tidak dapat menawarkan evakuasi yang aman.

Kemudian tata letak keempat menghilangkan dek kedua, tetapi menempatkan dek penerbangan di bawah lantai kabin utama, desain yang samar-samar mengingatkan pada Airbus Beluga.

Konsep kelima, lebih dekat dengan desain yang dipilih dengan punuk alternatif yang lebih sempit, yang ditujukan hanya untuk kokpit.

Semua desain ini memiliki sayap yang sama dengan mesin yang dipasang pada penyangga yang lebih dekat satu sama lainnya.

Purwarupa simulasi rancangan kabin berbadan lebar jet Boeing-747. (Foto:Boeing)

Pesawat Penumpang dan Kargo

John Sutter, sebagai ‘ayah’ 747 bagaimanapun percaya, bahwa pesawat rancangannya Boeing-747 harus menjadi pesawat penumpang yang sama baiknya dengan pesawat kargo. Berasal dari proyek 737.

Kemudian, taruhan oleh Boeing untuk bersaing dengan pesawat baling-baling, chief engineer berusia 44 tahun itu skeptis dengan desain dek ganda.

Kemudian disukai oleh pelanggan potensial seperti maskapai Pan Am yang akhirnya menjadi peluncuran pelanggan jet.

Sebaliknya, timnya merancang badan pesawat yang cukup lebar untuk menampung hingga 10 kursi per baris dalam satu dek.

Pasar kargo udara kemudian berkontribusi pada munculnya fitur yang paling terkenal, yakni punuk. Alih-alih pintu kargo samping lebar, Boeing memilih pintu masuk depan, memindahkan kokpit ke atas.

“Untuk alasan aerodinamis, fairing ditambahkan setelah dek penerbangan, memberikan 747 punuknya yang terkenal, ” tulis Sutter dalam buku “747”.

Baca juga: Israel Pesan F-15EX Eagle II untuk Hadapi Su-35S ‘Flanker E’ Iran