Padahal, memahami dampak skala risiko merupakan komponen paling penting untuk mereduksi kerusakan dan korban jiwa.
“Yang menjadi konsen saya, saya berharap pemerintah daerah mulai mengarusutamakan pengurangan risiko bencana, dalam upaya pembangunan itu mitigasi yang paling ideal,” kata dia.
Bagi Irwan, mitigasi bukan untuk dihafalkan, melainkan bagaimana mitigasi bisa hidup sebagaimana kebutuhan. Untuk itu, peta konsep pembangunan mesti menyesuaikan dengan potensi kerentanan bencananya. Pembangunan yang tepat bisa menjadi salah satu kunci mitigasi bencana yang ideal.
“Itu menurut saya upaya mitigasi yang paling strategis. Memprioritaskan mitigasi sebagai bagian dari perencanaan pembangunan,” kata dia.
Di samping itu, pemerintah daerah harus memasukkan manajemen risiko bencana dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Hal lainnya yang sangat penting adalah mendesain kurikulum pendidikan soal kebencanaan dengan mempertimbangkan kondisi wilayah masing-masing.
“Kalau pengalaman survei beberapa wilayah terdampak bencana, persoalan paling mendasar yaitu literasi soal bencana. Jadi saya khawatir itu yang tidak paham bencana. Bagaimana kita berbicara mitigasi kalau mereka belum paham. Itu hanya bisa diselesaikan kalau kita memiliki perencanaan kewenangan risiko bencana dalam konteks pendidikan yang baik,” kata dia.
Celakanya lagi, minimnya pemahaman soal risiko bencana tidak hanya terjadi di masyarakat, tetapi termasuk para pimpinan daerah. Tak sedikit pemda yang masih gagap dalam memahami bencana, apalagi mitigasi.
“Yang lebih serius dari itu, pemerintah daerahnya tidak paham dengan bencananya. Pada saat pemahaman akan bencananya itu sendiri belum dimiliki. Kami paham setiap daerah punya prioritas persoalan, kami berharap mitigasi menjadi bagian dari solusi dari berbagai prioritas tersebut,” kata dia.