Wilayah Jabodetabek dipastikan akan menjadi sentra penularan karena sebagian besar penduduk di Jawa mempunyai ikatan keluarga dengan penduduk Jabodetabek, artinya pergerakan silaturahim keluarga sangat dimungkinkan terus terjadi saat pandemi ini.
Keagresifan varian baru
Keagresifan penyebaran varian baru itu sangat cepat, terbukti dari kasus penularan di Cilacap dimana dari 20 anak buah kapal (ABK) saat berlabuh usai melakukan perjalanan dari India, bisa dengan cepat menularkan pada 31 tenaga kesehatan. Setelah di-tracing kepada keluarga tenaga kesehatan itu ditemukan 12 kasus penularan lainnya.
Tenaga kesehatan yang sudah menggunakan alat pelindung diri (APD) saja tetap saja tertular, sehingga perlu ada protokol yang lebih ketat lagi dan bisa jadi jaga jarak satu sampai dua meter sudah tidak lagi efektif mencegah penularan, walau saling memakai masker. Ada yang menyarankan penggunaan double masker dan melarang masker yang sudah terpakai masuk ke dalam rumah.
Bisa dibayangkan jika penduduk Jabodetabek masih berdesakan saat masuk bus way dan komuter line, maka dipastikan penyebaran virus varian baru di Jabodetabek bisa menjadi gelombang tsunami yang lebih besar. Wajar jika Pemprov DKI kemudian meningkatkan operasi yustisi untuk penerapan protokol kesehatan lebih ketat karena mengetahui potensi penyebaran yang sangat cepat dan meluas.
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkap varian delta mempunyai daya tular 60 persen lebih kuat dibanding varian lain.
Varian baru memang tidak mempunyai tingkat mortalitas yang tinggi, tetapi semakin banyak orang yang terpapar maka semakin banyak tempat karantina dan ruang perawatan yang dibutuhkan. Jika sudah melampaui bebannya maka bukan tidak mungkin kasus kematian juga bisa meningkat karena pasien yang bergejala terlambat mendapat penanganan.