Genap Satu Bulan Rusia Lancarkan ‘Operasi Militer Khusus’ di Ukraina

Ukraina
Seorang tentara Ukraina memegang senjata anti-tank ringan generasi berikutnya (NLAW) di depan tentara lain yang memegang senapan di garis depan pertempuran di wilayah utara Kiev, Ukraina, 24 Maret 2022. (ANTARA/Reuters/Gleb Garanich/as)

JAKARTA – Invasi Rusia ke Ukraina hari ini, Sabtu (26/3) genap memasuki 30 hari atau satu bulan yang disebut Presiden Rusia ‘Operasi Militer Khusus’.

Hingga saat ini perundingan antara Rusia-Ukraina belum juga menemui titik kesepakatan.

Namun Ukraina tak kunjung menyerah, dan tak ada kota besar yang diduduki sepenuhnya oleh Rusia, termasuk Mariupol yang menjadi medan perang paling sengit.

Sejak awal Rusia ingin cepat-cepat menundukkan Ukraina, dengan blitzkrieg atau serangan militer kilat yang bertumpu pada manuver tank dan dukungan udara, selain bombardemen rudal dan artileri.

Tujuannya, memenangkan perang sesegera mungkin guna menghindari korban lebih banyak dan kerugian perang dalam jumlah besar.

Dengan menyerang jantung Ukraina di Kiev dari wilayah Belarus yang hanya 150 km dari Kiev atau separuh jarak Rusia ke ibu kota Ukraina itu, Putin memang memburu kemenangan kilat.

Disini, tempo serangan menjadi bagian paling penting.

Baca juga: Berunding dengan Rusia Sulit, Menlu Ukraina: Kami Bersikeras Gencatan Senjata

Putin pernah menyatakan, Rusia tak berencana menduduki Ukraina dan tak berniat mengganti rezim.

Namun dengan membidik Kiev, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy jelas menjadi sasaran penggulingan.

Indikasi ini terlihat dari langkah Moskow mengganti pemimpin sejumlah daerah yang diduduki, termasuk wali kota terpilih secara demokratis Ivan Fedorov di Melitopol yang ditangkap untuk digantikan oleh Galina Danilchenko yang pro-Rusia.

Namun, rencana perang yang gegabah membuat blitzkrieg Rusia berantakan.

Ternyata, berbeda dari laporan intelijen Rusia, Ukraina melawan dengan gigih sampai membuat militer Rusia menelan kerugian besar.

Rusia tadinya mengira perlawanan Ukraina akan sama dengan saat Rusia menganeksasi Semenanjung Krimea pada 2014 dan tentara Ukraina nyaris tak melawan.

Ternyata, militer Ukraina pada delapan tahun lalu berbeda dengan yang sekarang.

Ukraina berkali-kali memukul mundur pasukan Rusia, tak hanya di dua kota terpenting yakni Kiev dan Kharkiv.

Baca juga: Putin Ganti Euro dengan Rubel untuk Jual Gas Alam kepada Negara ‘Tak Bersahabat’

Tetapi juga kota-kota lain, termasuk Chernihiv dan Summy di dekat perbatasan Rusia.

Bahkan, mengutip Institute for Study of War yang rutin memperbarui informasi terkini Ukraina berdasarkan analisis pertahanan dan laporan intelijen, sejak 22 Maret Rusia tak pernah lagi melancarkan ofensif besar.

Sebaliknya, Rusia cenderung mengambil posisi defensif.

Dengan kata lain, pendulum perang telah berbalik kepada Ukraina.

Rusia juga sudah berani merilis jumlah korban dari pihak mereka. Setelah hanya mengakui 500-an tentaranya tewas, Jenderal Sergey Rusdkoy dari kantor kepala staf gabungan di Kementerian Pertahanan Rusia, menyatakan 1.351 tentara Rusia telah tewas.