Tanjungpinang – Koalisi Masyarakat Peduli Nelayan Tradisional (KMPNT) menduga petugas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam telah bermain mata dengan para pengusaha kapal ikan yang menggunakan pukat harimau di sejumlah perairan Kepulauan Riau (Kepri).
Aman Simatupang, salah seorang anggota KMPNT mengatakan, dirinya telah beberapa kali mengadukan hal itu ke PSDKP Batam selaku pihak yang berwenang untuk menangani permasalahan tersebut. Kendati demikian, Aman merasa respon yang diberikan oleh PSDKP Batam tidak memuaskan.
Pasalnya, saat PSDKP melakukan operasi, para pelaku melakukan penangkapan ikan secara ilegal atau ilegal fishing itu tidak ditangkap dan justru disuruh pulang. Ia menilai, terdapat kejanggalan dalam penindakan itu.
“Kami menduga ada ‘main mata’ antara petugas dan pengusaha ikan itu,” ujarnya, Kamis (4/11).
Baca juga: Nelayan Bintan Temukan Kapal Pukat Harimau di Perairan Lingga
Ia menjelaskan, dalam tiga hari terakhir, kapal-kapal nelayan pengguna pukat harimau mulai beroperasi kembali. Kapal-kapal tersebut merupakan kapal nelayan lokal yang juga beroperasi di sekitaran lautan Kepri.
Aman yang juga Ketua DPW Lembaga Pembela Kemerdekaan Rakyat (Pakar) itu menuturkan, setidaknya terdapat ratusan kapal nelayan yang masih menggunakan teknik ilegal itu. Ia khawatir, hal itu dapat merusak ekosistem dan kondisi laut.
“Terumbu karang hancur dan ikan-ikan kecil habis,” tuturnya.
Hal itu pun tentunya akan berdampak pada kehidupan nelayan-nelayan tradisional. Para nelayan akan kesulitan mencari ikan lantaran ekosistem laut sudah dirusak.
Baca juga: KKP Tangkap Dua Kapal Pukat Harimau di Perairan Selat Malaka
Sebelumnya, aman mengaku telah berkomunikasi dengan PSDKP Batam dan juga bersurat ke Gubernur Kepri, Ansar Ahmad. Ia pun meminta agar para pihak berwenang segera mengambil tindakan terkait ilegal fishing tersebut.
Pengguna pukat harimau sendiri merupakan hal yang dilarang oleh secara konstitusional. Berdasarkan Permen KP No 2/PERMEN-KP/2015 berisi tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Selain itu, pada Undang-undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, terutama pasal 9 ayat (1) yang menyebutkan larangan kepemilikan dan penggunaan alat tangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah Indonesia, termasuk jaring trawl atau pukat harimau, dan/atau kompressor.
Terkait hal tersebut, Kepala PSDKP Batam, Salman Mokoginta memastikan, pihaknya tidak menjalin kerja sama apapun dengan para pengusaha ikan yang melakukan ilegal fishing di perairan Kepri.
“Saya jujur tidak ada main mata. Bisa cek ke pengusaha-pengusaha ikan ada,” ujarnya saat dikonfirmasi via seluler, Jumat (5/10).
Baca juga: Nelayan Bintan Keluhkan Hasil Tangkap Berkurang Akibat Kapal Pukat
Selain dirinya, ia juga berani menjamin tidak ada petugas patroli yang turut menjalin kerja sama dengan para pengguna pukat harimau. Apabila terbukti, para petugas itu akan dikenakan sanksi.
Ia juga siap merotasi petugas yang kerap kali berpatroli agar tidak adanya indikasi “Main mata” tersebut.
Kendati demikian, ia tidak menepis kabar petugasnya yang meminta kapal pukat untuk pulang ke daerahnya. Ia mengungkapkan, saat itu petugas tidak menemukan adanya aktivitas penangkapan yang dilakukan kapal tersebut. Meskipun di kapalnya terdapat alat tangkap pukat harimau.
Oleh sabab itu, kapal yang saat itu kedapatan membawa alat tangkap pukat harimau itu diberi surat peringatan agar tidak kembali ke daerah itu serta tidak lagi menggunakan pukat harimau.
“Tidak ada aktivitas penangkapan. Alatnya masih di atas juga. Diberikan surat pernyataan,” ujarnya.
Apabila kapal tersebut kembali melakukan aktivitas dengan pukat harimau, maka pihaknya akan memberikan tindakan tegas seperti kapal-kapal sebelumnya.