Kesalahan Data Sirekap Apakah Bisa Disebut Hoaks? Ini Kata Pengamat

Sirekap
Sirekap KPU. (Foto: Tangkapan layar)

TANJUNGPINANG – Polemik data aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU) hasil Pemilu 2024 menuai sorotan tajam oleh masyarakat.

Pasalnya, beberapa informasi data hasil rekapitulasi di laman Pemilu2024.kpu.go.id tidak sesuai dengan  C-Hasil dan yang ditampilkan Sirekap. Kondisi itu menimbulkan banyak pertanyaan bagi publik. Ada yang menerima dan ada juga menyangkal informasi tersebut.

Bahkan Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos baru-baru ini mengungkapkan ada total 1.223 TPS dari 800 ribu lebih TPS mengalami kesalahan data.

Dengan adanya kejanggalan informasi tersebut. Apakah bisa disebut kabar bohong atau hoaks?

Lantas bagaimana pendapat pengamat hukum tata negara terkait kesalahan data Sirekap yang dipublikasikan ke masyarakat?

Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, Dewi Haryanti menerangkan, kesalahan input data di Sirekap harus dijawab dengan sebuah pertanyaan.

“Apakah kesalahan ini di sengaja? Kan tidak,” kata Dewi, Kamis 22 Februari 2024.

Lanjutnya, jika asumsinya kesalahan ini tidak disengaja dan disebabkan oleh ‘human error’ atau kesalahan sistem, maka tidak bisa disebut informasi sebagai hoaks.

Menurut Dewi, sengaja atau tidak sengaja adalah dua hal yang berbeda. “Konsep umum yang kita pahami hoaks itu adalah berita palsu yang ‘sengaja’ memberitakan sesuatu yang tidak benar,” ujarnya.

Dewi kembali menerangkan, kesalahan input data Sirekap juga tidak bisa dijerat dengan Undang Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ia mengumpamakan, misalnya ada individu yang merasa dirugikan oleh hasil input data Sirekap, maka tetap saja UU Pemilu yang menjadi landasan pelaporannya.

Hal ini dikarenakan Pemilu memiliki UU tersendiri (khusus) atau dalam istilah hukum di sebut ‘Lex Specialis Derogate Legi Generalis’ yaitu asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

Lanjut, kata Dewi, di dalam UU Pemilu juga telah diatur terkait pelanggaran pemilu, pidana pemilu dan ancamannya.

“Sepanjang kasusnya terjadi di dalam dan berkaitan dengan pemilu maka penyelesaiannya menggunakan UU Pemilu. Jika kasusnya memang di luar UU Pemilu silakan cari UU yang tepat” ujarnya.

Baca juga: Sirekap Sempat Kena Serangan Siber, Benarkah Penuh Kejanggalan?

Lebih lanjut, Dewi menjelaskan bahwa jika terdapat permasalahan pemilu selama proses pemilu, dan permasalahan tersebut diatur dalam Kibat Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bersifat umum serta ditemukan juga dalam UU Pemilu yang bersifat khusus, maka hukum yang digunakan adalah UU Pemilu.

“Jadi dasar untuk menuntut sebuah kasus, tergantung kasusnya, kasus pemilu kah atau kasus umum. Tentunya aplikasi Sirekap pasti juga sudah diatur dalam UU Pemilu maupun turunannya,” tutup Dewi. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News