Ketua KPU RI Kena Sanksi Peringatan Keras Terakhir, Langgar Etik Loloskan Gibran Jadi Cawapres

Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyerahkan berkas pendaftaran capres-cawapres Pemilu 2024 kepada ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, Rabu (25/10/2023). (Foto:Dok/liputan6)

JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari.

Hasyim terbukti terbukti melanggar kode etik, terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) hingga memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres.

“Hasyim Asy’ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu,” kata Ketua DKPP, Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin 05 Februari 2024.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu 1,” sambung Heddy.

Hasyim terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4 perkara, masing-masing dengan nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.

Tak hanya Hasyim, namun DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap 6 orang Komisioner KPU RI yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holid.

Keenam orang komisioner itu dinyatakan melanggar kode etik, dan perilaku dalam perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.

Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.

Menurutnya akibat putusan MK itu, sangat berdampak terhadap syarat calon peserta pemilihan presiden. Sehingga KPU seharusnya segera mengubah Peraturan KPU (PKPU), sebagai pedoman teknis pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024.

Kemusian di dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023, karena DPR sedang dalam masa reses.

Akan tetapi, kata Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah usai putusan MK tidak tepat.

“DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib,” ungkap Wiarsa melansir dari kompas.