TANJUNGPINANG – Konselor dan mediator Puspaga Gurindam Kepulauan Riau (Kepri), Sudirman Latif, turut menyoroti fenomena perang sarung yang menghebohkan masyarakat di bulan suci Ramadan.
Menurutnya, perang sarung bukanlah hal baru. Aktivitas tersebut dari dulu sudah dilakukan oleh generasi sebelumnya. Akan tetapi, saat ini lebih dari sekedar permainan.
“Kalau dulu itu semata-mata keisengan antarteman, tanpa niat menyakiti. Misalnya seru-seruan, sambil slepet teman lalu bilang ‘kena kamu’,” ujarnya.
Sedangkan sekarang, Sudirman malah melihat hal yang berbeda, dalam konotasi pergaulan anak atau remaja sekarang bukan lagi sekedar permainan.
“Sekarang ini bisa jadi sudah mengarah kepada kekerasan, bahkan bisa berujung tindak pidana jika misalnya menimbulkan korban,” ungkapnya.
Bukan tanpa alasan, menurutnya, saat ini perang sarung seringkali didahului dengan membuat janji seakan-akan ingin ‘perang’. Alat-alatnya pun seperti sudah dipersiapkan layaknya rencana tawuran.
“Seperti kejadian yang kalau tidak salah di Sungai Lekop. Mereka datang naik motor di lokasi di mana mereka sering balap liar. Memang mereka sudah sengaja mempersiapkan diri,” ungkapnya
“Artinya apa, kalau sudah dipersiapkan alat-alatnya, berarti bukan candaan lagi, akan tetapi sudah ada niat untuk saling menyakiti. Belum lagi ada kata-kata ‘perang’, kan ngeri,” sambungnya.
Sudirman menilai tren perang sarung yang terjadi saat ini sebagai perilaku sosial yang menyimpang yang dapat mengarah kepada tindak pidana.
Sudirman juga menyayangkan sikap orang tua yang membiarkan anak-anak mereka belum mencukupi usia untuk mengendarai sepeda motor. Hal ini memungkinkan mereka dengan mudah mencapai lokasi-lokasi di mana mereka melakukan kenakalan.
“Dapat dipastikan anak-anak ataupun remaja itu tidak memiliki SIM,” ujarnya.
Sudirman kemudian menjelaskan bahwa sebenarnya hakikat dari bulan Ramadhan adalah bulan anak, di mana anak-anak seharusnya merasakan kebahagiaan tanpa harus melakukan perilaku menyimpang.
Namun, menurutnya, hal ini tergantung pada cara orang tua memberikan pendidikan dan pendampingan agar anak-anak dapat benar-benar menikmati kebahagiaan di bulan Ramadan.
“Orang tua mestinya tegas, agar hal-hal tidak baik tersebut tidak terjadi” ungkapnya.
Sudirman lalu menawarkan beberapa solusi untuk menangani persoalan perang sarung ini. Menurut Sudirman hal pertama yang harus dilakukan adalah mengaktifkan kembali remaja masjid.
“Nanti kegiatan remaja masjid ini dapat diisi dengan kegiatan yang bermanfaat dan padat di masjid. Tentu saja dengan pendampingan orang tua,” ungkapnya.
Kedua menurutnya, diperlukan pendekatan yang persuasif terhadap anak dan remaja. Ia menilai saat ini orang tua tidak mau mendengar anak dan seringkali menganggap anak sebagai ‘orang dewasa berbadan kecil’.
“Padahal dunia anak dan dunia orang tua itu berbeda. Bahkan masanya juga sudah berbeda,” pungkasnya.
Menurutnya, anak-anak melakukan perilaku menyimpang karena tidak memiliki aktivitas lain, sehingga membuat mereka terjerumus ke dalam kegiatan negatif. Dengan kondisi itu, seharusnya orang tua dan orang dewasa lainnya harus mengambil peran untuk mendengarkan keinginan anak.
“Satu hal ini saja dilakukan, sudah memenuhi satu hak anak, yaitu hak untuk didengarkan pendapatnya,” tuturnya.
Sudirman tidak menampik, hal seperti itu jarang sekali saat ini dilakukan orang tua. Ia mencontohkan seperti beberapa kegiatan di masjid yang melibatkan anak dan orang dewasa. Dalam situasi itu, anak-anak jarang sekali didengarkan, padahal kegiatan tersebut ditujukan untuk mereka.
“Jarang sekali didengarkan apa yang mereka inginkan. Seharusnya mereka juga didengarkan” katanya.
Selanjutnya, yang ketiga adalah memberikan rasa nyaman kepada anak. Dalam beberapa kasus, Sudirman melihat banyak anak-anak yang tidak menemukan kenyamanan di rumah. Hal ini membuat anak akhirnya mencari rasa nyaman ke tempat lain seperti jalanan.
“Begitu pula kadang-kadang saat di masjid, anak-anak ini tidak menemukan kenyamanan. Coba kita bisa ciptakan rasa nyaman, insyaallah mereka akan betah duduk di masjid,” ungkapnya.
Sudirman juga mengapresiasi pengamanan yang dilakukan kepolisian di beberapa lokasi perang sarung di Kepri. Tindakan tersebut menurutnya sudah benar karena dapat menghindarkan anak-anak dari perbuatan berlebihan, yang dapat berujung pidana.
“Karena kita tidak tahu apa isi sarung itu kan, sempat ada yang celaka, baik korban dan pelaku sama-sama dirugikan,” tutupnya. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News