BATAM – Anggota Komisi III DPRD Batam, Suryanto, menyoroti pelaksanaan program makan siang gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah. Ia menilai program ini masih memerlukan sosialisasi lebih luas, mengingat belum semua sekolah mendapatkan manfaatnya.
Menurutnya, seharusnya program ini dimulai dari wilayah hinterland (pulau-pulau di pinggiran Batam) yang lebih membutuhkan.
“Saat turun ke lapangan, ternyata tidak semua sekolah mendapatkan program ini, hanya beberapa sekolah saja yang menerima. Misalnya di SMP 12, mereka memang mendapat kuota,” ujar Suryanto saat ditemui.
Ia menekankan perlunya transparansi dari dinas pendidikan atau instansi terkait mengenai daftar sekolah yang sudah menerima program ini dan yang belum. Selain itu, ia mempertanyakan klasifikasi penentuan sekolah yang mendapatkan program lebih awal.
“Banyak masyarakat bertanya, mengapa sekolah tertentu sudah mendapat sementara yang lain belum? Sulit menjawabnya karena tidak ada penjelasan konkret dari pihak terkait,” tambahnya.
Terkait infrastruktur penunjang, Suryanto mengungkapkan bahwa saat ini Batam baru memiliki empat dapur umum untuk mendukung program tersebut. Ia memahami bahwa program ini masih dalam tahap uji coba dan membutuhkan anggaran yang besar, sehingga pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
“Yang perlu digarisbawahi adalah transparansi. Siapa saja yang menerima, mengapa yang lain belum, dan apa pertimbangannya. Dengan begitu, tidak muncul spekulasi negatif dari masyarakat,” tegasnya.
Karena itu, ia menyarankan agar program ini sebaiknya dimulai dari daerah hinterland Batam terlebih dahulu, mengingat masyarakat di wilayah tersebut lebih membutuhkan dibandingkan mereka yang tinggal di pusat kota.
“Secara ekonomi, masyarakat di pusat kota lebih mampu dibandingkan mereka yang berada di pinggiran,” ujarnya.
Baca juga: Pemprov Kepri Siapkan Lahan Dapur Umum untuk Program MBG
Selain itu, ia juga menyoroti variasi menu dalam program MBG. Saat meninjau pelaksanaan di lapangan, ia mendapati menu yang disediakan berupa nasi goreng dengan lauk telur orak-arik, sepotong tahu atau tempe, serta jeruk.
“Memang dari pihak sekolah menu-nya berbeda-beda setiap hari. Kalau soal menu, dari tidak ada menjadi ada saja itu sudah luar biasa. Mungkin tidak ideal, tapi bagi beberapa kalangan, ini cukup membantu,” katanya.
Meski masih banyak kekurangan, Suryanto menilai program MBG mendapatkan respons positif dari para siswa yang merasakan manfaatnya. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News