Masa Depan Ekonomi Indonesia Dibawah Prabowo-Gibran, Analis: Berpotensi Tambah Utang Lebih Banyak

Ilustrasi aktivitas perekonomian Indonesia. (Foto:Dok/BP Batam)

JAKARTA – Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah ditetapkan sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Hasil itu ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu 20 Maret 2024. Prabowo-Gibran memperoleh 96.214.691 suara sah.

Perolehan suara pasangan ini setara dengan 58,6 persen dari total suara nasional 164.227.475.

Sementara pesaingnya nomor urut satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar meraih 24,9 persen suara, dan nomor urut tiga Ganjar Pranowo-Mahfud MD cuma 16,5 persen suara.

Prabowo-Gibran menang dalam satu putaran karena perolehan suaranya lebih dari 50 persen suara nasional. Selain itu, mereka juga unggul di lebih dari 20 provinsi di Indonesia.

Setelah dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2024, bagaimana masa depan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran nantinya?

Ronny P Sasmita, seorang analis senior dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) menyampaikan pendapatnya bahwa siapapun presiden yang terpilih, ekonomi Indonesia tetap tumbuh secara natural.

Menurut Ronny, hal itu ditopang konsumsi dalam negeri dan investasi yang terus melaju. Ronny juga memprediksi peran belanja pemerintah kepada pertumbuhan hanya maksimal 17 persen-18 persen.

Mengingatkan, lanjut dia, ekonomi Indonesia sangat ‘consumtion based’, kontribusi konsumsi rumah tangga lebih dari 50 persen. Sementara sisanya, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor.

“Artinya, di tangan Prabowo-Gibran pun potensi perekonomian nasional semakin maju juga besar. Apalagi jika Prabowo-Gibran memiliki kebijakan-kebijakan yang produktif terhadap perekonomian nasional,” kata Ronny P Sasmita, Kamis 21 Maret 2024 dikutip dari cnnIndonesia.

“Di era Jokowi saja, meskipun tak mencapai target pertumbuhan yang ia janjikan, ekonomi tetap tumbuh 5 persenan. Artinya PDB Indonesia semakin membesar, total factor productivity semakin naik,” sambungnya.

Dengan demikian, menurut Ronny, jika Prabowo-Gibran hanya meneruskan kebijakan Jokowi, minimal ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5 persen rata-rata per tahun.

Apalagi Prabowo-Gibran memang serius ingin mencapai angka 6 persen-7 persen pertumbuhan dan menaikkan rasio pajak (tax ratio).

“Tentu perekonomian nasional akan semakin maju,” tutur Ronny.

Ronny memprediksi program makan siang gratis bakal jadi kelemahan pasangan Prabowo-Gibran.

Pasalnya, program tersebut akan menyerap banyak anggaran, tetapi imbasnya tidak berkelanjutan dan tidak terlalu produktif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Selain itu, ia menilai misi Prabowo-Gibran yang ingin mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen-7 persen dan menaikkan rasio pajak belum jelas.

Lantaran belum jelas strategi ekonominya seperti apa, maka Ronny menilai Prabowo-Gibran berpotensi mengulangi kesalahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), yakni dengan menambah utang yang banyak dengan imbas pada perekonomian yang tidak terlalu besar, dan beban anggaran untuk cicilan dan bunga utang semakin berat.

Dia pun menilai semua program yang ditawarkan Prabowo-Gibran bisa diterapkan. Yang menjadi persoalan, apakah program-program tersebut bakal membebani anggaran, tapi tak berimbas produktif kepada perekonomian atau tidak.

“Program seperti makan siang gratis, misalnya, bisa saja dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tapi apakah akan mendongkrak pertumbuhan atau tidak, sangat perlu diperdebatkan lagi,” kata Ronny.

“Lalu kebijakan pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan misalnya, juga sangat mungkin diwujudkan, tapi belum tentu bisa mendongkrak tax ratio. Dan banyak lagi. Semua masih perlu dikaji dan diperdebatkan,” lanjut Ronny.