IndexU-TV

Menyimak Peristiwa 30 September ala 57 Mantan Pegawai KPK

Menyimak Peristiwa 30 September ala 57 Mantan Pegawai KPK
Mantan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono dan dua mantan penyidik KPK Novel Baswedan dan Yudi Purnomo (kiri ke kanan) keluar dari gedung Merah Putih Jakarta pada Kamis (30/9/2021). Foto: Antara

Jakarta – Langkah kaki Novel Baswedan, Giri Suprapdiono, dan Yudi Purnomo keluar dari pintu kaca Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih tegak pada Kamis, 30 September 2021.

Pandangan dua mantan penyidik KPK (Novel dan Yudi) serta Giri selaku bekas Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK menantang bendera setengah tiang yang dikibarkan di depan gedung 16 lantai tersebut.

Pengibaran bendera setengah tiang itu memang sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim pada 2020 yang menginstruksikan kepada semua pimpinan lembaga negara, kantor instansi pusat/daerah, dan kantor perwakilan RI di luar negeri mengibarkan bendera setengah tiang setiap 30 September untuk memperingati peristiwa G30S/PKI dan bendera satu tiang penuh pada 1 Oktober sebagai peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

Di belakang Novel, Giri, dan Yudi ada 55 mantan pegawai KPK yang berjalan keluar kantor dan sejumlah pegawai aktif KPK lain yang ikut mengantarkan rekan-rekannya hingga menghilang di balik kibaran Bendera Merah Putih.

Tidak ketinggalan mengikuti 58 mantan pegawai tersebut adalah kerumunan awak media yang ingin tahu isi pikiran mereka soal bagaimana rasanya meninggalkan pekerjaan karena dipecat seusai tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Baca juga: Prihatin Pemecatan 57 Pegawai KPK, Koalisi Antikorupsi Gelar Ritual Tolak Bala

Sebanyak 58 mantan pegawai KPK tersebut terdiri atas 57 pegawai tidak lolos TWK dan satu orang telah pensiun

Namun curahan hati dan pernyataan resmi harus ditahan karena rombongan memutuskan untuk menyatakan sikap bersama di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (Anti Corruption Learning Center/ACLC) atau gedung KPK lama yang berjarak sekitar 600 meter.

Meski terus berjalan, di depan tulisan besar “Komisi Pemberantasan Korupsi” yang terletak di samping pohon bodhi, mereka berhenti dan berfoto bersama terakhir kalinya. Ada yang mengepalkan tangan, ada yang menunjukkan tiga jari dengan posisi ibu jari, telunjuk dan jari tengah membentuk huruf “L” sambil bersuara “Hidup Rakyat Indonesia”.

Selanjutnya sejumlah eks pegawai KPK itu juga melemparkan kartu tanda pengenal ke tanah sebagai simbol berhenti bekerja dari KPK. Perjalanan lalu dilanjutkan menuju gedung KPK lama melalui Jalan Kuningan Persada IV yang telah diblokade polisi.

Di tengah perjalanan, mereka disambut koalisi masyarakat sipil, antara lain terdiri atas dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura, mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, dan Saut Situmorang, Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, hingga istri Novel Baswedan Rina Emilda maupun istri eks Kepala Satuan Tugas Penyidikan KPK Andre Dedy Nainggolan.

Mereka lalu membagikan sekuntum bunga mawar merah kepada masing-masing mantan pegawai.

“Kita akan merebut kembali perjuangan, ini bukan kekalahan tapi kemenangan integritas,” teriak Charles Simabura.

Selanjutnya rombongan masih melanjutkan langkah ke Gedung ACLC. Di sana sudah ada rombongan masyarakat sipil lainnya.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Kontroversi 56 Pegawai KPK Bisa Diakhiri

Orasi perjuangan pun disampaikan secara bergantian masing-masing oleh Bambang Widjojanto, Saut Situmorang, Busyro Muqoddas, Rina Emilda, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati, Usman Hamid, mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, mantan ketua KPK Abraham Samad, Ketua Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Zakky Zuhad, mantan Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan, mantan pegawai KPK Novariza, dan terakhir eks penyidik KPK M Praswad Nugraha.

Pada orasinya, Praswad mengatakan pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) untuk menjadi ASN mendeklarasikan pendirian Indonesia Memanggil 57 Institute (IM57+ Institute).

“Pada hari ini, 30 September 2021, dengan mengucap bismillah, kami 58 pegawai yang telah disingkirkan dengan ini mendirikan IM57+ Institute yang ke depan akan menjadi satu wadah untuk bersatu, berkolaborasi melanjutkan kerja-kerja pemberantasan korupsi dengan cara kita, bersatu dengan masyarakat sipil menggunakan segala keahlian kami untuk membayar tunai kepada masyarakat Indonesia,” kata Praswad.

IM57+ Institute itu memiliki “executive board” yang terdiri atas Hery Muryanto (eks Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi), Sujanarko (eks Direktur Pembinaan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI), Novel Baswedan, Giri Suprapdiono serta Chandra SR (bekas Kabiro SDM).

Selain “Executive Board”, terdapat “Investigation Board” yang terdiri atas para penyidik dan penyelidik senior, “Law and Strategic Research Board” yang beranggotakan ahli hukum dan peneliti senior serta “Education and Training Board” yang terdiri atas jajaran ahli pendidikan dan training antikorupsi.

Wadah tersebut diharapkan menjadi sarana bagi 58 alumni KPK untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi melalui pengawalan, kajian, strategi, dan pendidikan antikorupsi.

Exit mobile version