Tanjungpinang – Maraknya kasus arisan online di Tanjungpinang, Kepulauan Riau akhir-akhir menjadi perhatian banyak pihak, termasuk pengamat sekaligus akademisi.
Praktik arisan online yang terjadi akhir-akhir ini terkesan sebagai kasus penipuan dengan modus investasi bodong dengan merugikan banyak orang. Pasalnya, banyak orang menjadi korban mulai dari jutaan hingga ratusan juta.
Pengamat Ekonomi daril Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Winata Wira menjelaskan, kegiatan arisan merupakan salah satu bentuk budaya masyarakat Indonesia. Arisan pada umumnya memiliki niat baik yakni saling membantu serta menjaga silaturahim antara satu dan lainnya. Dalam praktiknya, arisan yang biasanya dilakukan oleh masyarakat berbasis pada kepercayaan dan cenderung dalam lingkup peserta yang kecil.
“Arisan itu fenomena sosial yang sudah sangat lama. Bahkan orang menilai arisan itu modal sosial karena semangatnya tolong menolong,” ucap Wira di Tanjungpinang, Sabtu (08/01).
Menurutnya, seiring berjalannya waktu, sistem arisan turut mengalami moderenisasi. Hingga pada akhirnya, terbentuklah arisan online. Namun disayangkan, praktiknya banyak merugikan orang.
“Dengan modus bujuk rayu serta iming-iming keuntungan, tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban dalam praktik arisan online ini,” ujarnya.
Baca Juga: Lagi, Arisan Online S&S Rugikan Warga Tanjungpinang
Ia menilai, penerapan arisan online saat ini mirip dengan sistem investasi. Artinya, setiap orang menanamkan uangnya kemudian akan mendapatkan uang lebih saat uangnya kembali. Hal itu berbanding terbalik dengan sistem arisan yang telah tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat pada umumnya.
“Kalau menaruh uang sekian juta kemudian kembali lebih banyak dari itu, itukan bukan arisan. Itu investasi digunakan sebagai iming-iming. Dengan arisan sebagai modusnya. Itu hanya penipuan saja,” tambahnya.
Sementara itu, Akademisi asal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pembangunan Tanjungpinang, Ravida Nuriana menilai arisan online saat ini marak beredar di kalangan masyarakat menggunakan sistem perbankan. Akan tetapi, para admin maupun pemilik arisan tidak menerapkan sistem perbankan sebagaimana mestinya.
“Uang member diputar-putar. Tapi, penerapannya tidak seperti perbankan sebenarnya,” ucapnya.
Oleh sebab itu, penerapan arisan online kerap kali memakan korban bahkan hingga miliaran rupiah.
“Arisan yang awalnya bertujuan untuk berkumpul, bercerita dan menabung uang, kini telah beralih fungsi menjadi tren bisnis yang tentunya lebih berisiko,” ujarnya.