Pengamat: Peredaran Koran Achtung Wajar, Tetapi Tak Etis

Pengamat Politik dari Stisipol Raja Haji Tanjungpinang Endri Sanopaka (Foto: Muhammad Bunga Ashab)

TANJUNGPINANG – Pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Haji, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, Endri Senopaka, memandang koran Achtung hal biasa terjadi saat pemilu. Namun, kurang etis jika dijadikan alat untuk mempengaruhi pemilih.

Pasalnya, figur yang dibahas mengikuti kontestasi pemilu secara resmi. Selain itu, mekanisme pemilihan tersebut juga dilindungi undang-undang.

Diketahui beredar koran Achtung di sejumlah provinsi di Indonesia, termasuk di Kepri yang memuat tulisan terkait calon presiden nomor urut 2  Prabowo Subianto merupakan dalang penculikan aktivis 98.

Endri menjelaskan, gaya kampanye melalui paket koran dan media cetak lainnya yang menjelekkan seorang figur adalah hal yang lumrah terjadi saat pemilu.

Ia juga memandang informasi yang disadurkan koran itu merupakan cara tradisional di tengah antisipasi terhadap kampanye gelap di media sosial.

“Kebetulan yang dibahas koran yang sejatinya buletin ini adalah salah satu kontestan pemilihan presiden (pilpres)” kata Endri, Rabu 31 Januari 2024.

“Ini namanya membangkitkan semangat masa lalu dengan cara-cara masa lalu,” ujarnya lagi.

Menurut Endri, isi koran tersebut tidak bisa disebut hoaks, karena faktanya merupakan kumpulan dari berita-berita lama yang jejak digitalnya bisa ditelusuri.

“Maksud saya berita-beritanya yang fakta, karena itu kumpulan kliping koran lama” ujarnya.

Lanjut kata Endri, tidak masalah jika koran tersebut dibaca generasi lama yang mengetahui betul peristiwa tahun 1998, karena akan mudah memverifikasi kebenarannya.

Menurutnya yang menjadi persoalan ketika koran tersebut dibagikan ke mahasiswa. Ia khawatir hal itu akan diterima mentah-mentah tanpa melalui verifikasi dan menyebabkan pergerakan massa.

Baca juga: TKD Prabowo-Gibran Kepri Sebut Koran Acthung ‘Black Campaign’

Situasi itu juga dapat mendeskreditkan salah satu calon sehingga dapat mengganggu stabilitas politik menjelang Pemilu 2024.

“Kebetulan itu kan dibagikan kepada pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Nah saat peristiwa itu terjadi mereka belum lahir,” ucapnya.

Lanjut Endri, kampus adalah salah satu motor penggerak dalam perubahan dan pergerakan. Untuk itu, ia berharap mahasiswa dapat lebih kritis dalam mencerna informasi.

Selain itu, ia menyarankan agar mahasiswa mengedepankankan verifikasi dan klarifikasi serta tidak emosional menyikapi setiap informasi.  (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News