Sejarah Singkat Pulau Rempang, Basis Armada Laut Masa Kesultanan

Sejarawan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Prof Abdul Malik. (Foto:Ardiansyah Putra/Ulasan.co)

BATAM – Sejarawan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Prof Abdul Malik menceritakan awal mula sejarah Pulau Remapang pada masa kerajaan.

Abdul Malik mengatakan, Kepulauan Riau (Kepri) sempat menjadi pusat Pemerintahan Kesultanan besar pada masa lalu.

“Pertama kesultanan Bintan Temasik. Pada masa itu, Pulau Rempang disiapkan sebagai basis atau armada laut oleh Sultan,” kata Prof Abdul Malik, Sabtu (23/09).

Ia menambahkan, selain pada masa Kerajaan Bintan Temasik, banyak masyarakat Rempang-Galang yang bertugas sebagai penjaga pesisir.

“Dari tahun ke tahun, sejak tahun 1511. Masyarakat Rempang-Galang menjaga pesisir laut kita, dari serangan-serangan bangsa-bangsa portugis,” tambah Abdul Malik.

“Seusai kerajaan Bintan Temasik, masih banyak kerajaan-kerajaan yang memakai jasa masyarakat Pulau Rempang sebagai armada laut untuk menjaga agar Riau lautan tidak diserang oleh bangsa asing,” terangnya.

Ia menambahkan, kejayaan tentara laut yang berada di pesisir itu terjadi ketita masa kepemimpinan Raja Haji Fisabilillah yang berhasil memukul mundur bangsa-bangsa Eropa.

Baca juga: Warga Rempang Dikasih Pilihan Pindah ke Dapur 3 Atau Tanjung Banun
Kampung Tanjung Banun
Kampung Tanjung Banun, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. (Foto: Muhamad Islahuddin)

“Selama tiga tahun perjuangan membela nusantara, banyak prajurit yang gugur demi membela nusantara. Masyarakat yang gugur itu adalah masyarakat dari Rempang dan Galang,” ungkapnya.

“Pada zaman penjajahan belanda, mereka mengakui kejeniusan Raja Haji Fisabilillah dalam memimpin perang. Tidak ada satu armada belanda yang bisa menembus perairan Kepri, karena pada waktu itu Rempang-Galang dijadikan armada angkatan laut terbesar,” ujarnya.

Menurutnya, kisruh di Rempang dan Galang yang menyerang keturunan keturunan veteran perang pada masa kesultanan tahun 1522 hingga penjajahan hingga 1945, tidak patut untuk dilakukan kepada keturunan veteran perang.

Ia juga menambahkan, terdapat 8.000 tentara laut berada di Pulau Rempang hingga Natuna pada masa kepemimpinan Sultan Mahmud Riayat Syah.

“Pada masa itu, memang semua warga di pesisir termasuk warga Rempang-Galang menjadi tentara laut kita. Bukan hanya di laut, ada juga yang menjadi tentara daratan untuk menjaga daerah strategis,” terangnya.

Baca juga: Legislator Kepri Sarankan Masyarakat Masuk Konsep Rempang Eco-City, Tanpa Harus Digusur

“Pada masa damai, tentara-tentara yang masih berada di rempang, menjadi nelayan. Jadi kehidupan mereka kehidupan maritim. Jika dipindahkan, maka mereka kehilangan jati diri mereka,” ucapnya.

Abdul Malik menyebutkan, saat ini masih ada peninggalan sejarah yang berada di Pulau Rempang dari makam pejuang hingga budaya, yang dulu dilakukan warga Rempang yang bisa menjadi nilai jual Pariwisata Kepri.

“Jaman dulu, ada budaya sebelum menikah yang dilakukan masyarakat daratan yakni mengejar pasangan dengan mengelilingi pohon besar. Sedangkan untuk masyarakat pesisirnya, yakni mengejar pasangannya dengan mendayung perahu,” jelasnya.

Ia berharap, pemerintah dapat memikirkan kembali dengan rencana relokasi dan investasi yang dilakukan di Pulau Rempang.

“Jika pulau rempang tidak ada masyarakat aslinya, maka kita akan kehilangan nilai-nilai sejarah dan patriotisme kita,” pungkasnya.