Tentara Bayaran Israel di Ukraina Curhat di Medsos, Minta Uang dan Senjata

Prajurit Ukraina berdiri di parit dekat posisi mereka di dekat kota Bakhmut, wilayah Donetsk, Ukraina timur. (Foto:AFP)

KYIV – Seorang tentara bayaran asal Israel mengeluhkan kesulitan yang dideritanya di medan perang Ukraina melawan Rusia melalui salah satu media sosial.

Dia adalah Ariah Ben Yehudah (58), mantan pensiunan polisi di Israel. Ariah memutuskan bergabung sebagai legiun asing yang berperang untuk Ukraina dengan bergabung di Angkatan Darat Kyiv tahun 2023.

Namun, seperti yang dilaporkan Sputnik, bahwa postingan Ariah Ben Yehudah di media sosial menunjukkan, bahwa ia mungkin tidak sepenuhnya puas dengan pengalamannya di situasi perang Rusia-Ukraina saat ini.

Tentara asal Israel kelahiran Inggris ini sering meminta dukungan dari pendukung-pendukungnya, hingga dirinya mengeluh tentang kekurangan dana untuk merawat kendaraannya.

Ariah juga mendorong mereka untuk ‘memberi tekanan’ pada pemerintah yang membantu Ukraina, agar mendapatkan lebih banyak dukungan militer.

Tangkapan layar media sosial tentara bayaran Israel yang berperang untuk Ukraina melawan Rusia mengeluhkan kondisinya di medan perang. (Foto:Doc/Sputnik)

Dia baru-baru ini meminta Presiden AS, Joe Biden agar memberikan 500 unit kendaraan lapis baja tank Abrams kepada Angkatan Darat Ukraina.

Ariah juga menekankan ‘urgensinya’ dengan menanyakan berapa banyak lagi anak yatim piatu yang dibutuhkan Barat?

Kemudian ia menyinggung soal kendaraan perang yang ada di Ukraina. Ia pun merasa frustrasi terhadap kerentanan kendaraan yang ia operasikan, dengan mengatakan bahwa ia ‘muak terbang dengan kuda perang yang ‘tipis’.

AS kehabisan uang

Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat (AS) mengaku kehabisan uang untuk membantu Ukraina yang kini berperang melawan Rusia.

“Kita kehabisan uang dan sebentar lagi kehabisan waktu untuk membantu Ukraina,” tulis Direktur Anggaran Gedung Putih, Shalanda Young, dalam suratnya kepada Ketua DPR AS Mike Johnson, dikutip dari Euro News.

“Jika Parlemen tidak bertindak, pada akhir tahun ini kita akan kehabisan sumber daya untuk mengirimkan lebih banyak senjata dan peralatan ke Ukraina dan memasok material dari gudang militer AS,” kata dia menambakan.