Bisnis  

Tren Produk Halal Indonesia Terus Tumbuh

Seorang pekerja menyiapkan makanan di Kedai Yong Bengkalis yang sudah mengantongi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (9/4/2019). (Foto: Antara)

Sektor Fesyen

Busana sederhana (modest fashion) Indonesia masih bertengger di peringkat tiga setelah UEA dan Turki, namun sektor ini diyakini dapat mendongkrak industri halal tanah air.

Desainer, Founder Fashion Brands & Pembina Industri Kreatif, Amy Atmanto mengatakan tren global dalam pengeluaran sektor ini dunia, tertinggi adalah Turki dengan total belanja 29 miliar dolar AS, disusul UAE dengan belanja 23 miliar dolar AS, dan Indonesia dengan total belanja 21 miliar dolar AS.

Sementara total belanja dunia untuk pakaian muslim pada 2018 bertumbuh 4,8 persen dari 270 miliar dolar AS menjadi 283 miliar dolar AS.

Pada 2024, diperkirakan belanja untuk baju dan perlengkapan muslim akan tumbuh sebesar enam persen mencapai 402 miliar dolar AS.

“Saya menggunakan istilah busana sederhana (modest fashion) untuk mendorong pola pikir kita untuk dapat menjelajahi wilayah-wilayah kreatif tradisional muslim teratas. Dengan istilah ini kita tidak dibatasi oleh konsepsi umum tentang busana muslim (gamis, abaya dan kaftan),” ungkapnya.

Mengutip State of the Global Islamic Economic Report – Driving the Islamic economy revolution 4.0, Amy menuturkan, Indonesia merupakan pasar domestik nomor tiga terbesar, selain itu, gaya desain Indonesia diterima di dunia.

Karena itu dia yakin industri halal termasuk di dalamnya fesyen sederhana, bisa menjadi pemantik ekonomi nasional.

“Kita mendominasi pencarian ‘googling’ dengan kata kunci ‘moslem fashion’, hasilnya Indonesia 77 persen, Malaysia 15 persen, dan sisanya Inggris, India dan negara lain. Ini membuktikan Indonesia mendominasi busana dan perlengkapan muslim,” jelasnya.

Meski demikian, Amy tidak memungkiri tantangan yang dihadapi industri ini di Indonesia antara lain masih terperangkap pada desain tradisional, kurangnya inovasi, keterbatasan keterampilan pemasaran dan persaingan usaha.

Juga, bahan baku yang masih harus impor dan kebanyakan usaha fesyen masih mengandalkan dari hobi serta kurangnya modal usaha.

Amy mendesak agar pengusaha dan desainer pelaku sektor ini harus terus berinovasi dan pemerintah agar lebih berperan untuk membuat kebijakan iklim kompetisi yang sehat.

“Kita masih ingat pernyataan Menteri Perdagangan “Bagaimana mau bersaing kalau harga hijab impor Rp1.900. Dalam hal ini Pemerintah menyatakan berupaya menertibkan ‘predatory pricing’ agar produk-produk dalam negeri tidak tergerus oleh produk asing,”ungkapnya.

Dia juga berharap gerai merek internasional di Indonesia bisa mengalokasikan ruangnya untuk produk “modest fashion” Indonesia.

Harapannya agar suatu saat nanti muncul “Unicorn Fashion Moslem Indonesia”.

Namun untuk itu dibutuhkan peran pengusaha fesyen, investor, perbankan dan pemerintah.

Karenanya diperlukan sinergi para pihak, agar potensi pada sektor produk halal ini, bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin sehingga pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Pewarta: Antara
Redaktur: M Rakhmat