Youtube sebagai Ruang Ekspresi

Youtube sebagai Ruang Ekspresi
Nana Raihana Askurny (Foto: Dok Pribadi)

Namun terkadang ekspresi dirasa kurang tersampaikan, oeh karena itu sebagian orang menggunakan, ataupun menambah “tanda” (sign), apakah berupa sketsa, gambar, citra, dan juga gesture.

Interaksi bahasa verbal dan non verbal, pada dasarnya adalah wujud dari ekspresi. Ekspresi mengungkap perasaan, ide, dan pikiran. Ekspresi yang tersalur dalam wacana tulis di ruang virtual acap kali menimbulkan mis-interpretasi di antara pengguna.

Sebagai contoh, beberapa orang keliru memaknai tanda atau simbol jempol dan hati berwarna merah saat seseorang menanggapi sebuah status di facebook. Kemudian beberapa orang memberi reaksi yang beragam pada kolom komentar atas status seseorang, bahkan ada yang mis-understood terhadap status tersebut.

Ini menjelaskan bahwa, ekspresi verbal yang berbentuk tulis, yang disampaikan dalam Facebook dan Twitter sebenarnya adalah bentuk bahasa lisan yang “dituliskan”. Sehingga peluang munculnya misinterpretasi akan lebih besar, sebab dalam tuturan ekspresi tersebut tidak diketahui dengan jelas intonasi suara si penutur, gesture, mimik, dan konteks yang melatarbelakangi status tersebut.

Maka, tidak sedikit orang yang berkelahi dengan teman sejawat dan kerabat hanya karena ekspresi verbal tulis yang diposting di Twitter dan Facebook. Sementara, Youtube tidak demikian, Youtube mampu menfasilitasi penyaluran ekspresi verbal dengan dilengkapi unsur non verbal, serta konteks pembicaraan.

Seperti misalnya akhir-akhir ini, konten diskusi dari chanel Youtube milik Rocky Gerung, kerap menampilkan video dan suara buldoser, di sekitar tanah rumahnya, tentu ini akan lebih menajamkan maksud dan tujuan dari capaian konten tersebut, oleh karena, suara buldoser dapat mengantar viewer kepada konteks diskusi kritis yang tengah diunggah, dengan harapan pesan yang disampaikan oleh konten itu dapat terakulasi dengan baik.

YouTube sebagai Ruang Kritis Publik

Youtube telah banyak berkontribusi kepada berbagai kalangan dan tujuan. Dari selebritis, komunitas, media massa, poilitisi, pakar dan ahli secara merdeka bisa memanfaatkan Youtube. Melalui Youtube, individu bisa membuat dan membagi jenis konten, seperti perdagangan, relijius, pendidikan, hiburan, informasi, dan ruang diskusi.

Youtube untuk sementara ini masih melonggarkan batasan-batasan, sehingga setiap orang mampu berekpresi lebih luwes dan loggar dibandingkan jika menggunakan media online dan offline lainnya.
Arus aspirasi dan ekpresi publik lebih deras dirasakan di media-media berbasis online. Ini mengisyaratkan bahwa ruang virtual, terutama Youtube, telah menjadi ruang publik yang signifikan.

Namun, tidak sedikit, oknum masyarakat justeru mengalami lose of context, lalu bahkan lose of control. Penyampaian ekspresi disampaikan, misalnya, ketika mengkritik pemerintah, tidak diutarakan secara hati-hati, tanpa menyadari bahwa ruang online adalah ruang publik yang accessible (mudah diakses).

Tidak sedikit netizen yang terkena tuduhan perbuatan tidak menyenangkan, mencemarkan nama baik, fitnah, dan lain-lain. Meskipun menurut beberapa pemerhati dan akademisi, ini adalah bentuk kesensitifan yang tinggi, dan terkesan represif terhadap ekspresi masyarakat.

Diskusi kritik sosial tidak hanya selalu membahas isu-isu kebijakan pemrintah, namun juga tentang sikap semiotis pemerintah yang dirasa over represif ketika menanggapi ekspresi kritis. (*)

Redaktur: Muhammad Bunga Ashab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *