Awal Sejarah Konflik Berkepanjangan Israel-Palestina

Seorang warga Palestina yang ditangkap pasukan Zionis Israel di Tepi Barat. (Foto:Dok/Istimewa)

Hai sahabat Ulasan. Saat ini perang Israel dan Palestina kembali pecah, dan korban tewas akibat perang sudah mencapai ribuan orang.

Tahukah Anda, perang kali ini adalah terbesar yang dilancarkan kelompok militan Hamas yang berbasis di Palestina kepada Israel mulai Sabtu 7 Oktober 2023.

Mengapa terbesar, sebab Hamas mampu menyerbu dengan roketnya hingga masuk ke kota-kota penting Israel. Pada perang-perang sebelumnya, serangan Hamas selalu gagal dibendung pertahanan Israel yang kokoh.

Namun yang menjadi pernyataan, mengapa perang ini tiada akhir dan bahkan perang antara keduanya bagai bom waktu.

Sementara, melalui pemberitaan Israel menyebutkan bahwa serangan Hamas kali ini adalah yang terburuk bagi negara yahudi tersebut.

Konflik Israel-Palestina, Sabtu 7 Oktober 2023 kemarin di mana Hamas melancarkan serangan dadakan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Israel.

Konflik itu berakar dari peristiwa pada akhir abad ke-19.

Sejarah awalnya, umat Yahudi yang melarikan diri dari antisemitisme di Rusia dan Eropa tengah mulai beremigrasi ke Palestina.

Begini kronologinya:

Tahun 1917 umat Yahudi dijanjikan tanah air

Pada tahun 1917, ketika Perang Dunia (PD) I berlangsung, Inggris merebut Palestina dari Kesultanan Utsmaniyah. Dalam Deklarasi Balfour pada 2 November, Inggris. Kemudian Inggris menjanjikan ‘rumah nasional bagi orang-orang Yahudi’ di sana.

Namun rencana itu mendapat tentangan dari bangsa Palestina, dan pertama kali muncul pada sebuah kongres di Yerusalem pada 1919.

Pada 1922, Liga Bangsa-Bangsa menetapkan kewajiban mandat Inggris di Palestina, termasuk menjamin pendirian rumah nasional bagi Yahudi, yang nantinya menjadi negara Israel.

Inggris menumpas pemberontakan Arab di Palestina pada tahun 1936-1939.

1947-1948 Palestina dipecah, lahirlah Israel

Palestina dibagi menjadi negara bangsa Yahudi dan negara bangsa Arab melalui Resolusi PBB 181, yang disetujui pada November 1947, sementara Yerusalem berada di bawah kendali internasional.

Dalam pembagian tersebut, Tepi Barat – termasuk Yerusalem timur dan diserahkan kepada Yordania. Sementara Jalur Gaza kepada Mesir.

Negara Israel akhirnya terbentuk pada 14 Mei 1948, hingga memicu perang selama delapan bulan dengan negara-negara Arab.

Lebih dari 400 desa Palestina dihancurkan oleh pasukan Israel, dan sekitar 760.000 pengungsi Palestina melarikan diri ke Tepi Barat, Gaza dan negara-negara Arab yang bertetangga.

Kemudian atas peristiwa itu, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pun berdiri pada 1964.

Warga Palestina saat berperang melawan pasukan Zionis Israel di Gaza. (Foto:Doc/Pixabay)

1967-1973 masa pendudukan dan perang

Dalam Perang Enam Hari pada Juni 1967, Israel mengalahkan Mesir, Yordania dan Suriah. Israel juga menduduki Yerusalem timur, Tepi Barat, Jalur Gaza dan Dataran Tinggi Golan.

Pemukiman Yahudi di daerah-daerah yang diduduki Israel dimulai tak lama setelahnya, dan terus berlangsung hingga kini di Tepi Barat, Yerusalem timur dan Dataran Tinggi Golan.

Negara-negara Arab menyerang Israel pada 6 Oktober 1973, pada hari besar umat Yahudi, Yom Kippur. Israel menghalau serangan tersebut.

1982 Israel menginvasi Lebanon

Israel menginvasi Lebanon yang dikoyak perang saudara 6 Juni 1982, untuk menyerang militan Palestina, setelah awalnya mengirim pasukannya pada 1978.

Milisi Kristen Lebanon yang didukung Israel membunuh ratusan orang Palestina di kamp-kamp pengungsi di Beirut. Pasukan Israel tetap berada di Lebanon selatan hingga tahun 2000.

1987-1993 perlawanan opertama perjanjian Oslo

Perlawanan pertama bangsa Palestina melawan pemerintahan Israel, berkecamuk dari tahun 1987 hingga 1993.

Pada 1993, Israel dan PLO menandatangani sebuah deklarasi prinsip-prinsip otonomi Palestina setelah melakukan negosiasi rahasia selama enam bulan di Oslo, untuk memulai proses perdamaian yang hingga kini belum tercapai.

Pemimpin PLO Yasser Arafat kembali ke wilayah Palestina pada Juli 1994, setelah 27 tahun di pengasingan untu mendirikan Otoritas Palestina.

Pemerintahan mandiri dibentuk untuk pertama kalinya di Jalur Gaza dan Kota Jericho di Tepi Barat.

2002-2005 perlawanan kedua

Pada September 2000, pemimpin oposisi sayap kanan Israel yang nantinya akan menjadi perdana menteri negara itu, Ariel Sharon, mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem timur, yang merupakan situs suci umat Islam dan Yahudi, yang menyebutnya dengan nama Bukit Bait Suci (Temple Mount). Kunjungan itu memicu bentrokan pertama Intifada kedua.

Menanggapi gelombang bom bunuh diri yang terjadi, Israel pada tahun 2002 menginvasi Tepi Barat dalam operasi terbesarnya sejak perang tahun 1967.

Mahmud Abbas, seorang moderat mengambil alih kepemimpinan Otoritas Palestina pada Januari 2005, setelah kematian Arafat.

Pasukan Israel terakhir meninggalkan Gaza pada September 2005, setelah menduduki wilayah itu selama 38 tahun.

Peperangan Gaza

Pada 2007, kelompok militan Hamas merebut kekuasaan di Gaza setelah bertempur sengit melawan rivalnya, faksi Fatah, yang dipimpin Abbas dan masih berkuasa di Tepi Barat.

Kemudian berlanjut ke tahun 2014, Israel meluncurkan operasi barunya melawan Gaza untuk menghentikan tembakan rudal dari wilayah tersebut.

Akibatnya, lebih dari 1.400 warga sipil Palestina tewas. Sementara di pihak Israel enam warga sipil tewas, menurut data PBB.

2017 Presiden Amerika Serikat (AS) Trump Akui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel

Pada 6 Desember 2017, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu membuat marah warga Palestina dan memicu kritik internasional.

Abbas mengatakan, Amerika Serikat tidak boleh lagi melanjutkan peran bersejarahnya sebagai penengah perundingan damai Palestina dengan Israel.

Yerusalem, kota yang didaulat sebagai Ibu Kota Israel yang kembali memicu konflik panas di Timur Tengah. (Foto:Doc/BBC)

2021 Gejolak Baru

Pada 10 Mei 2021, setelah terjadi ketegangan selama beberapa hari di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem timur. Kemudian Hamas menembakkan rudal ke Israel, yang dibalas dengan serangan udara mematikan di Jalur Gaza.

Perang selama 11 hari kemudian terjadi antara Hamas dan Israel, di mana banyak orang tewas. Pada Agustus 2022, pertempuran selama tiga hari terjadi di antara Israel dan Jihad Islam, di mana para pemimpin militer kelompok itu tewas.

Pemberontakan lain terjadi pada awal 2023, menyusul serangan Israel di kamp pengungsi Jenin, Tepi Barat.

Mei lalu, 35 orang tewas dalam pertempuran selama lima hari. Sementara pada bulan Juli, Jenin menghadapi operasi militer terbesarnya dalam beberapa tahun terakhir.