BATAM – Bea Cukai (BC) Batam telah melakukan penindakan terhadap 857 kasus pelanggaran kepabeanan dan cukai sepanjang periode Januari hingga 10 Desember 2024.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Askolani mengatakan, angka tersebut meningkat 6,12 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023 lalu.
“Total perkiraan nilai barang hasil penindakan pada periode tersebut mencapai Rp387 miliar, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp77 miliar,” ujar Askolani saat konferensi pers di Dermaga Bea Cukai, Kecamatan Batu Aji, Kota Batam, Kamis 19 Desember 2024.
Selain itu, Bea Cukai Batam berhasil melakukan 33 penindakan narkotika, psikotropika dan prekursor (NPP) dengan barang bukti yang diamankan berupa 114.074,90 gram metamphetamine, 452 butir obat-obatan terlarang, 105 gram ganja sintetis, delapan gram MDMA dan 7,7 gram ganja.
“Penindakan ini menyelamatkan paling sedikit 575 ribu jiwa, dari potensi penyalahgunaan narkotika dan potensi biaya rehabilitasi kesehatan sebesar Rp902 miliar,” sambung Askolani.
Dia menambahkan, capaian kinerja pengawasan kepabeanan dan cukai tersebut tidak lepas dari partisipasi dan sinergitas seluruh pihak termasuk masyarakat dan aparat penegak hukum lainnya dalam meningkatkan efektivitas penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai.
“Beberapa penindakan signifikan yang dilakukan Bea Cukai Batam sepanjang November-Desember 2024 di antaranya yakni, penindakan kapal HSC tanpa nama dengan mesin 200 PK x 6 yang mengangkut barang ekspor berupa 7,4 ton pasir timah, tanpa dilengkapi dengan dokumen kepabeanan di perairan Bintan. Estimasi nilai barang ditaksir Rp1,2 miliar,” terang Askolani.
Kemudian, lanjutnya, penindakan terhadap pemasukan ilegal tiga pallet berisikan mesin mobil mewah dan mesin motor besar beserta aksesoris mobil dan motor. Estimasi nilai barang Rp1,3 miliar dan potensi kerugian negara sebesar Rp303 juta, dengan modus memasukkan barang ke Batam tanpa perizinan dari instansi terkait.
“Lalu ada juga penindakan 618 koli ballpress dengan estimasi nilai barang Rp1,2 miliar, dan potensi kerugian negara sebesar Rp 500 juta dengan modus membawa produk tekstil dengan jumlah tidak wajar dan tidak memiliki perizinan,” ungkapnya.