Investasi Tambang Pasir Kuarsa Jadi Pemicu Sengketa Lahan di Natuna

Kepala Kantor BPN Natuna, Purwoto di Kantornya. (Foto:Istimewa)

NATUNA – Masuknya investasi tambang pasir kuarsa di Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) jadi pemicu sengketa lahan untuk lokasi tambang.

Permasalahan itu terungkap, setelah masyarakat mendaftarkan tanahnya mendatangi Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN) Natuna.

Kepala Kantor BPN Natuna, Purwoto mengatakan, tumpang tindih Alas Hak (salah satu syarat bagi warga negara untuk mengajukan permohonan hakĀ atas tanah), atau syarat pembuatan sertifikat tanah sedang marak di Natuna.

Hal tersebut diduga, karena masuknya investasi pertambangan pasir kuarsa.

Pasalnya, masyarakat yang tanahnya masuk di wilayah tambang ingin menjual tanah namun belum memiliki sertifikat.

“Kemaren beberapa orang datang kekantor,” ucap Purwoto melalui sambungan telepon, Jumat (10/06).

Ia menyebutkan, indikasi permasalahan itu berupa adanya tumpang tindih tanda kepemilikan tanah masyarakat.

Dalam kasus seperti ini, lanjut Purwoto, satu bidang tanah bisa memiliki lebih dari satu alas Hak.

“Satu bidang tanah alas hak lebih dari satu,” ujarnya.

Terhadap kondisi seperti ini, ia mengaku dapat tidak bisa berbuat banyak dan memakluminya jika terjadi di wilayah yang akan digunakan untuk pertambangan.

Baca juga: Ngadu ke DPRD, Masyarakat Kekeh Tolak Tambang Pasir di Natuna

Menurutnya wajar terjadi karena adanya pergantian kepemimpinan di tingkat RT sampai ke Kepala Desa, yang diduga tidak memiliki data terkait tanah yang dimiliki warganya dan langsung mengeluarkan surat alas hak.

Selain itu, ia juga memperkirakan hal itu kemungkinan dapat terjadi karena lahan masyarakat banyak yang kosong atau tidak terkelola sebagaimana mestinya.

“Tapi saya rasa keadaan seperti ini masih terbilang normal karena adanya dua faktor di atas. Dan saya menyarankan mereka pergi ke Desa setempat,” ujarnya.

Meski begitu, Purwoto juga mengatakan, gejolak persoalan lahan masyarakat itu mulai mengalami penurunan seiring berjalannya waktu.

“Pemerintah desa sudah mulai melakukan penataan, seiring dengan upaya penataan ini. Permasalahan tanah masyarakat itu juga semakin menurun sekarang,” paparnya.

Terakhir, Purwoto menegaskan, terkait pro dan kontra pertambangan pasir kuarsa di Natuna, BPN secara kelembagaan tetap dalam posisinya sebagaimana telah tercantuan pada perundang-undangan, dan aturuan Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional.

“Kalau kami tetap ‘on the track’, tidak mengintervensi urusan-urusan yang berada di luar yang sudah diatur dalam peraturan ATR,” tutupnya.

Baca juga: Perusahaan Tambang di Natuna Butuh Listrik 1 MW, Ketersedian Daya Tak Mencukupi