Kementan: Gizi Kedelai Lokal Lebih Tinggi dari Kedelai Impor

Kualitas Kedelai Lokal Kurang Diminati Produsen Tahu Tempe, Kementan Upayakan Perbaikan
Ilustrasi: Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali Bambang Jiyanto, disela acara panen tanaman kedelai bersama Kelompok Tani Pangudi Luhur di Desa Banyusri Kecamatan Wonosegoro Boyolali, Rabu (26/08/2020). (ANTARA/Bambang Dwi Marwoto)

Jakarta – Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Yuris Tiyanto mengungkapkan, bahwa kandungan gizi kedelai lokal lebih tinggi dari pada kedelai impor.

Menurut Yuris, ada perbedaan mendasar dari penamaman kedelai lokal dan kedelai impor.

Yuris menjelaskan, GMO atau transgenik adalah rekayasa genetik yang dilakukan pada suatu tanaman untuk menghasilkan produk yang diinginkan.

Sementara, produk kedelai lokal seluruhnya organik.

“Memang betul kalau kedelai kita itu kandungan gizinya tinggi. Yang kedua kita non-GMO (Genetically Modified Organis), itu non-transgenik. Kedelai luar itu kan GMO, ini yang tidak banyak diceritakan,” kata Yuris saat dihubungi di Jakarta, Selasa (22/2).

“Transgenik itu ada rekayasa genetika. Tetapi kalau kedelai kita tidak ada rekayasa genetik, karena organik. Menurut saya itu lebih sehat sebetulnya,” kata Yuris.

Baca juga: Kualitas Kedelai Lokal Kurang Diminati Produsen Tahu Tempe, Kementan Upayakan Perbaikan

Yuris juga menyebutkan, bahwa kandungan gizi yaitu protein yang lebih tinggi dan metode penanaman yang organik.

Hal itu membuat kedelai lokal, memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan dengan kedelai impor.

Yuris mengungkapkan, bahwa itulah yang menjadi alasan mengapa rasa tempe dan tahu disentra produksi kedelai seperti Jawa Tengah memiliki rasa yang lebih gurih, bila dibandingkan tahu dan tempe yang diproduksi dari kedelai impor.

Selain kelebihan tersebut, Yuris mengatakan, kedelai lokal juga memiliki kelemahan yaitu hasil panen yang tidak terstandar.

Dia mengakui bahwa banyak petani kedelai yang memanen kedelai yang masih hijau, sehingga produk akhirnya bercampur antara kedelai yang hijau dan kuning.

Selain itu, lanjut Yuris, bahwa tren produksi kedelai di Indonesia terus menurun dari tahun ke tahun.

Baca juga: Kenaikan Harga Kedelai Nasional Dipicu Harga Internasional

Dia menyebut, menurunnya produksi tersebut dikarenakan banyak petani kedelai yang beralih ke komoditas lain yang dinilai lebih menguntungkan ketimbang menanam kedelai.

“Tahun 1992 itu kita pernah swasembada kedelai. Tetapi sekarang malah menurun drastis. Karena terus terang petani kita dengan kondisi harga jual yang rendah ini beralih ke komoditas lain, sekarang ini komoditas kedelai baru bagus,” kata dia.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi kedelai Indonesia pada tahun 2021 hanya 200 ribu ton.

Sementara, permintaan kedelai untuk memproduksi tahu tempe sekitar 1 juta ton per tahun.

Pada tahun 2022, Kementerian Pertanian menargetkan produksi 1 juta ton kedelai di atas lahan seluas 650 ribu hektare.

Kementerian Pertanian telah memberikan bantuan lahan, seluas 52 ribu hektare kepada petani untuk ditanami kedelai.

Sementara 598 ribu hektare sisanya, akan dibiayai melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).