Kemlu RI Laporkan 145 WNI di Ukraina Dalam Kondisi Aman dan Sehat

T-72
Tank tempur utama T-72B3 Rusia terlihat selama latihan yang diadakan oleh angkatan bersenjata Distrik Militer Selatan di jajaran Kadamovsky di wilayah Rostov, Rusia, 27 Januari 2022. (ANTARA/REUTERS/Sergey Pivovarov/as)

Jakarta – Sebanyak 145 orang Warga Negara Indonesia (WNI), dipastikan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI tengah dalam kondisi aman di Ukraina.

Pihak Kemlu RI juga memastikan WNI yang berada di Ukrainan dalam keadaan sehat, ditengah meningkatnya ketegangan antara negara tersebut dengan Rusia.

“Terkait dengan situasi di Ukraina dapat kami sampaikan, bahwa kondisi di Ukraina berdasarkan laporan dari KBRI Kiev saat ini aman dan dalam kondisi normal,” ujar Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha dalam pengarahan media secara daring, Kamis (10/02).

KBRI juga telah membangun komunikasi, melalui grup aplikasi pesan WhatsApp dengan para WNI yang mayoritas tinggal di wilayah Kiev dan Odesa serta sebagian wilayah lain di Ukraina.

Lebih lanjut, Judha menjelaskan, bahwa Kemlu bekerja sama dengan KBRI Kiev, KBRI Warsawa, KBRI Moskow, serta sejumlah kementerian terkait di dalam negeri, telah membangun rencana kontingensi untuk mengantisipasi jika terjadi eskalasi situasi di Ukraina.

Sesuai Permenlu Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perlindungan WNI di Luar Negeri, langkah-langkah kontingensi yang disiapkan meliputi penetapan beberapa status mulai dari darurat 1 sampai 3.

Di mana masing-masing status terdapat parameter, untuk melakukan tindakan baik oleh KBRI maupun oleh Pemerintah Pusat.

Baca juga: Putin Desak AS dan Negara NATO Penuhi Tiga Tuntutan Keamanan

“Rencana kontingensi merupakan prosedur operasi standar yang dimiliki seluruh perwakilan untuk wajib memiliki perencanaan (jika menghadapi keadaan darurat). Jadi kami sampaikan situasi (di Ukraina) masih normal dan aman, namun sesuai SOP kami juga harus membangun sebuah urgensi untuk mengantisipasi berbagai macam situasi yang mungkin terjadi,” tutur Judha.

Ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali meningkat, ketika Moskow menempatkan sekitar 100.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina.

Langkah ini dikhawatirkan, sebagai upaya Rusia untuk menginvasi Ukraina yang kemudian memicu respon keras termasuk ancaman sanksi oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Rusia membantah anggapan tersebut, tetapi mengancam akan mengambil tindakan militer kecuali tuntutannya soal jaminan keamanan dipenuhi oleh Barat.

Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya menuntut perubahan dalam pengaturan keamanan di Eropa, termasuk janji bahwa Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak akan pernah mengakui Ukraina, bahwa rudal tidak akan pernah dikerahkan ke dekat perbatasan Rusia, dan bahwa aliansi Barat itu akan mengurangi infrastruktur militer mereka.