Kisah Soeharto Dari Pangkostrad Hingga Jadi Presiden

Kisah Soeharto Dari Pangkostrad Hingga Jadi Presiden
Presiden Soeharto saat menandatangani tanda terima Supersemar.(Antara - Dok Kompas)

Jakarta – Kisah Soeharto dari Pangkostrad hingga jadi Presiden Republik Indonesia, beberapa hari ini ramai dibicarakan.

Ramainya perbincangan mengenai Soeharto disebabkan oleh pembongkaran patung sejumlah tokoh nasional yang sebelumnya dipajang di Museum Dharma Bhakti Kostrad.

Salah satu patung yang dibongkar adalah patung mantan Panglima Kostrad Mayjen (Purn) TNI Soeharto, yang juga merupakan mantan Presiden ke-II Indonesia.

Diketahui, Soeharto merupakan Panglima Kostrad (Pangkostrad) yang pertama. Usai menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dituding sebagai dalang Gerakan 30 September (G30S) 1965, Soeharto lantas menjabat sebagai Presiden, menggantikan Soekarno.

Berikut perjalanan kisah Soeharto dari Pangkostrad hingga jadi Presiden RI, mengutip dari Kompas.com, 6 Maret 2021, satuan Komando Strategis Angkatan Darat atau Kostrad berdiri pada 6 Maret 1961.

Pada awalnya, satuan ini bukan bernama Kostrad, tetapi Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad). Mayor Jenderal TNI Soeharto ditunjuk menjadi Panglima Korra I Caduad.

Baca Juga : Kostrad Bantah Hilangkan Patung Soeharto

Gagasan untuk mendirikan satuan tersebut muncul menjelang akhir 1960, dan dilontarkan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat saat itu, Jenderal AH Nasution.

Melalui surat Kasad Nomor KPTS.1067/12/1960 maka dibentuk Cadangan Umum AD (Caduad). Untuk merealisasikannya, dibentuklah kelompok kerja yang diketuai oleh Deputi I Kasad Brigjen TNI Soeharto.

Untuk pengisian personel Korra I Caduad diambil dari Kodam-Kodam, dari pendidikan dasar masing-masing kecabangan. Akhirnya, Korra I Caduad mempunyai kekuatan 1 Divisi Infanteri dengan memiliki pasukan inti 1 Brigade Para, satuan Banpur, dan satuan Banmin.

Baca Juga : Fakta ‘Hilangnya’ Patung Soeharto di Kostrad, Ada Apa?

Dalam usianya yang masih muda, Korra I Caduad dibawah pimpinan Soeharto diberi kepercayaan melaksanakan operasi Trikora untuk membebaskan Irian Barat (Papua) dari tangan penjajah Belanda.
Pada pertengahan Agustus 1962, dilakukan serbuan umum melawan penjajah Belanda dengan sasaran wilayah Biak, Jayapura. Korra 1/Caduad sendiri menurunkan 1 Divisi.

Hal itu menyebabkan pihak Belanda gentar, dan akhirnya mengeluarkan keputusan menyerah tanpa syarat. Penyerahan Irian Barat ini ditandai dengan berkibarnya bendera Merah Putih pada 1 Maret 1963.

Setelah Irian Barat berhasil masuk wilayah NKRI, maka Operasi kemudian dilanjutkan dengan Operasi “Wisnu Murti”, yaitu operasi lanjutan sebagai langkah konsolidasi.

Baca Juga : Tak Hanya Tommy Soeharto, Seluruh Obligor BLBI Utang Rp111 Triliun akan Dipanggil

Dalam perkembangan selanjutnya, melalui Keputusan Men/Pangab 19 Februari 1963, Korra I/Caduad dilebur menjadi Komando Strategis TNI Angkatan Darat atau Kostrad. Soeharto tetap menjadi panglima satuan itu dan biasa disebut Pangkostrad.

Mengutip Kompas.com, 30 September 2020, sebuah peristiwa penting yang membawa dampak besar bagi kehidupan negara dan bangsa Indonesia terjadi pada 30 September 1965.

Pada hari itu, sejumlah perwira militer yang terafiliasi dengan PKI melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap para jenderal atau Dewan Jenderal yang dituding akan menyingkirkan Presiden Soekarno.

Atas dasar keyakinan bahwa Dewan Jenderal akan melakukan makar, para perwira militer yang loyal kepada Soekarno bergerak secara diam-diam untuk mencegah kudeta. Mereka didukung oleh Sjam Kamaruzaman, Kepala Biro Chusus (BC) PKI yang merupakan badan intelijen PKI.

Daftar jenderal yang jadi sasaran disusun oleh Sjam bersama para perwira militer. Mereka berencana “menculik” para jenderal dan membawanya ke hadapan Presiden Sukarno.

Belakangan, rencana ini gagal total. Persiapan tidak dilakukan dengan matang. Para jenderal malah dibunuh. Soeharto menumpas PKI Setelah peristiwa G30S, suasana memanas.

PKI dianggap sebagai dalang. Presiden Soekarno juga tak melakukan apa-apa. Masyarakat sipil, mahasiswa, dibantu tentara, menggelar berbagai demonstrasi besar-besaran menuntut PKI dibubarkan dan ekonomi diperbaiki.

Puncaknya pada 11 Maret 1966. Soeharto yang saat itu menjabat Panglima Angkatan Darat meminta Soekarno memberi kuasa untuk mengatasi keadaan. Permintaan yang dikenal dengan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret) itu membuka jalan bagi Soeharto untuk mengambil kekuasaan dari Soekarno.

Soeharto muncul sebagai pahlawan. Ia menumpas PKI beserta anasir-anasirnya dan menjadi presiden. Melalui Sidang Istimewa MPRS, pada 7 Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

Soeharto akhirnya resmi dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada 27 Maret 1968 di Gedung Istora, Senayan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *