Loka POM Tanjungpinang: Warga Harus Cerdas saat Membeli Produk Kebutuhan Hari-hari

Loka POM
Kepala Loka POM Kota Tanjungpinang, Rai Gunawan. (Foto: Muhammad Chairuddin)

Tanjungpinang – Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), melalui Loka POM Tanjungpinang, Kepulauan Riau peringatkan masyarakat harus cerdas saat membeli produk kebutuhan sehari-hari.

Kepala Loka POM Kota Tanjungpinang, Rai Gunawan mengatakan, Loka POM Tanjungpinang masih menemukan adanya produk kadaluwarsa, rusak, maupaun Tanpa Izin Edar (TIE) di pasaran.

Hal itu ditemukan pada pengawasan di sarana distribusi pangan (importir/distributor, toko, supermarket, hypermarket, pasar tradisional, para pembuat dan atau penjual parsel).

Hingga, Sabtu (25/12) Loka POM Tanjungpinang telah memeriksa 15 sarana distribusi pangan, berupa distributor dan ritel yang ada.

“Hasilnya adalah, 8 sarana distribusi Memenuhi Ketentuan (53,33%) dan 7 sarana distribusi Tidak Memenuhi Ketentuan (46,67%). Pelanggaran tersebut didominasi oleh temuan pangan olahan tanpa izin edar/ilegal sebanyak 481 kemasan (90,93%) dan pangan kedaluwarsa sebanyak 48 kemasan (9,07 %),” ungkap Rai Gunawan.

Sementara itu, kepala BPOM RI, Penny Kusumastuti Lukito menuturkan, sepanjang 2021 masih banyak produk kadaluwarsa, rusak, dan Tanpa Izin Edar (TIE) masih beredar di pasaran.

“Masyarakat diharapkan selalu waspada dan menerapkan CEK KLIK (Cek Kemasan, Cek Label, Cek Izin Edar, dan Cek Kedaluwarsa) setiap kali membeli produk pangan. Khususnya ketika kebutuhan pangan, maupun promosi penjualan produk sedang meningkat signifikan,” ucapnya, Jumat (24/12).

Baca juga: BPOM Tingkatkan Pengawasan Peredaran Produk Pangan Secara Online

Banyaknya produk yang tidak sesuai ketentuan itu, dapat dilihat dari hasil Intensifikasi Pengawasan Pangan Olahan BPOM jelang Natal dan Tahun Baru 2022 yang saat ini sudah berjalan pada tahapan ketiga.

Ia mengungkapkan, pihaknya telah memeriksa sejumlah sarana ritel untuk memastikan produk yang berbedar memenuhi ketentuan.

“1.975 Sarana ritel yang diperiksa. 415 distributor, 49 importir, 1.511 ritel tradisional dan modern,” ucapnya lagi.

Dari total tersebut, BPOM menemukan 41.306 buah produk tak memenuhi syarat.

Dari jumlah itu, 53 persen diantaranya kedaluwarsa saebanyak 15,7 persen rusak, dan 31,3 persen barang TIE.

Selain itu, setidaknya terdapat temuan dalam jumlah besar barang kedaluwarsa pada lima Unit Pelaksanaan Tugas (UPT) se-Indonesia.

Kelima UPT itu ialah wilayah Balai POM di Ambon, Balai POM di Gorontalo, Balai POM di Pangkalpinang, Balai POM di Manokwari, dan Loka POM di Kab. Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara.

Di lima wilayah itu, BPOM menemukan barang kadaluwarsa yang didominasi oleh Makanan Ringan, Minuman Serbuk Berperisa, Minuman Serbuk Kopi, Bumbu Siap Pakai, dan Minuman Sari Buah.

Lalu, BPOM juga barang TIE dalam jumlah besar di BBPOM di Medan, BBPOM di Jakarta, Loka POM di Kab. Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu), BBPOM di Pontianak, dan BBPOM di Yogyakarta.

Barang itu didominasi dengan Bumbu Siap Pakai, Bahan Tambahan Pangan/ BTP (perisa vanili, pengembang kalsium karbonat), dan Makanan Ringan.

Sedangkan untuk barang rusak, BPOM mendapati temuan dalam jumlah besar di Balai POM di Palu (berkontribusi sebanyak 66% dari temuan total produk rusak), dan Loka POM di Kabupaten Sorong (Provinsi Papua Barat).

Baca juga: BPOM Temukan 41.306 Produk Tidak Memenuhi Ketentuan

Barang rusak itu sebagian besar ialah minuman mengandung susu.

Lanjutnya, ia juga menyoroti 12.917 barang TIE yang masih beredar.

Pasalnya, barang TIE itu didominasi oleh produk lokal.

“6.835 lokal dan 6.082 impor. Produk lokal lebih mendominasi,” ucapnya.

Produk yang paling banyak tercatat sebagai produk TIE baik lokal maupaun impor ialah bumbu siap pakai.

Ia menegaskan, BPOM akan tetap melakukan pengawasan dengan memeriksa gudang dan pengawasan online (cyber patrol).

Penny meminta agar para pelaku usaha dapat selalu berkomitmen, dalam menjual dan menjaga keamanan serta mutu produknya.

Kendati demikian, jumlah produk yang tidak memenuhi ketentuan mengalami penurunan dari tahun 2020.

Pada 2020, tercatat ada 83.687 produk.

Sedangkan 2021 tercatat 41.306 tak memenuhi ketentuan.

Pengawasan Intensifikasi itu, akan terus berlangsung hingga 7 Januari 2022 mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *