Menteri ATR/BPN: Ego Sektoral Jadi Masalah Utama Penyelesaian Agraria

Menteri ATR/BPN
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN), Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto dalam pembukaan GTRA Summit 2023. (Foto: Elhadif Putra)

KARIMUN – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN), Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto mengatakan, ego sektoral menjadi persoalan utama yang harus diselesaikan dalam permasalahan pertanahan di Indonesia.

Ia menyampaikan, Presiden RI Joko Widodo telah memberikan arahan khusus terkait hal tersebut.

“Pada GTRA (Gugus Tugas Reforma Agraria) Summit sebelumnya di Kabupaten Wakatobi, Presiden telah memberikan arahan khusus. Secara tegas presiden menyampaikan tidak akan memberikan toleransi atas terjadinya kerugian negara ataupun kerugian masyarakat yang disebakan permasalahan ego sektoral. Ini harus digaris bawahi,” kata Hadi dalam kegiatan pembukaan GTRA Summit 2023 di Hotel Aston Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Rabu (30/08).

Hadi menyebutkan, GTRA merupakan wadah lintas sektoral lembaga hingga tingkat daerah dalam melaksanakan reforma agraria di Indonesia.

“Reformasi agraria dinilai berhasil jika dilakukan dengan mengedepan asas kepentingan umum dan asas kebijaksanaan pihak yang terlibat,” ujarnya.

Disampaikan Hadi, terdapat tiga permasalahan pertanahan yang terjadi di lapangan. Pertama adalah konflik lahan yang beririsan dengan tanah aset. Diantaranya tanah masyarakat beririsan dengan aset BUMN, Pemda, BUMD, TNI ataupun lembaga lain.

“Ini salah satu contoh yang bisa diselesaikan dengan baik dan rakyat bisa merasakannya di Wonorejo, Kabupaten Blora. Di aset (tanah) milik pemerintah, masyarakat sudah di sana sejak jaman Jepang, bahkan sebelum jaman Jepang. Dan akhirnya bisa memberikan HGB dengan total 80 tahun kepada masyarakat. Mendagri pro aktif dalam menyelesaikan permasalahan ini,” sebut Hadi.

Permasalahan kedua adalah lahan yang beririsan dengan hutan. Dicontohkan Hadi, masyarakat di Kabupaten Pelalawan Riau berada di lahan hutan selama 63 tahun. Setelah reformasi agraria dilaksanakan, sebanyak 1.100 sertifikat bisa disalurkan.

Baca juga: Pemkab Karimun dan KKP Lepas 50.000 Benih Ikan

Permasalahan yang ketiga adalah transmigrasi. Untuk masalah lahan transmigrasi, dari 0,6 juta hektar baru terealisasikan target 23,14 persen.

Ditambahkan Hadi, saat ini sebanyak 22.000 desa di Indonesia berada di kawasan ataupun di pinggiran hutan. Kondisi mayoritas masyarakat di desa-desa tersebut juga berstatus kemiskinan ekstrem.

Selain itu, lanjut Hadi, masyarakat wilayah atas air dan pesisir juga memiliki hak yang sama sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

“Presiden pada GTRA tahun lalu menyampaikan agar masyarakat atas air juga diberikan hak atas tanah. Negara harus hadir menjawab persoalan tersebut, mereka sama-sama WNI memiliki hak yang sama,” sebut Hadi. (*)

Ikuti Berita Lainnya diĀ Google News