Jakarta – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar memberi tanggapan terkait tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman mati kepada predator seks, Herry Wirawan.
Tuntutan itu juga merupakan permintaan keluarga 13 korban pemerkosaan kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
“Tidak juga (berefek jera), lebih baik hukuman kebiri seumur hidup,” kata Abdul pada Rabu (12/1).
Baca juga: Kajati Jawa Barat: Hukuman Mati Herry Wirawan Peringatan Bagi Pelaku Asusila Lain
Pemberian hukuman kebiri itu masuk pada Pasal 10 KUHP. Beleid itu berbunyi pidana terdiri atas pidana pokok, pidana mati, penjara, kurungan, denda, pidana tambahan, pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
“Kebiri masuk hukuman tambahan,” ungkapnya.
Menurut Abdul, Indonesia menganut asas legalitas. Artinya, kata dia, seseorang hanya dapat dihukum berdasarkan hukum yang mengatur dan undang-undang yang ada.
“Perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP hanya maksimal 12 tahun (penjara), kecuali bisa dibuktikan bahwa Herry penyebab langsung kematian (yang membunuh, yang meracun, atau yang mendorong jatuh ke jurang),” tuturnya.
Baca juga: Nyesek! Fakta-fakta Kasus Pencabulan Santri oleh Pimpinan Pesantren di Bandung
Abdul mengatakan begitu pula berdasarkan Pasal 10 KUHP. Hukuman penjara terhadap pelaku kejahatan seksual dapat diberikan minimal 1 hari dan maksimal 20 tahun.
“Yang sangat mungkin memberlakukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ancaman maksimalnya 15 tahun (penjara) dan karena dilakukan oleh guru maka ditambah 1/3, sehingga menjadi 20 tahun (penjara),” ujarnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jawa Barat, Riyono mendakwakan Herry dengan primer Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Terdakwa diancam pidana sesuai Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak, ancamannya pidana 15 tahun. Namun, perlu digarisbawahi, ada pemberatan karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun,” pungkasnya.