Ukraina Dalam Tekanan, Setelah Rusia-Belarus Perpanjang Latihan Militer

Rusia-Belarus
Sebuah helikopter terbang di atas konvoi kendaraan militer selama latihan militer gabungan angkatan bersenjata Rusia dan Belarus di wilayah Brest, Belarus, 19 Februari 2022. (ANTARA/Vadim Yakubyonok/Belta/HO via Reuters/as)

Moskow – Menteri Pertahanan Belarus mengatakan, militer negaranya bersama Rusia memperpanjang masa latihan militer yang berlangsung di utara Ukraina.

Semulanya, latihan militer Rusia-Belarus dijadwalkan akan berakhir pada Minggu (20/2).

Langkah itu dinilai menambah tekanan pada Ukraina, ketika para pemimpin negara Barat memperingatkan tentang invasi oleh Rusia.

Menhan Belarus mengatakan, keputusan itu diambil berkaitan dengan meningkatnya aktivitas militer di dekat perbatasan eksternal Rusia dan Belarus sebagai akibat ketegangan yang meningkat di wilayah Donbass, Ukraina timur.

Aliansi pertahanan NATO mengatakan, Rusia memiliki sekitar 30.000 tentara di Belarus dan dapat menggunakan mereka sebagai bagian dari kekuatan invasi untuk menyerang Ukraina.

Namun, Moskow membantah memiliki maksud semacam itu.

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengatakan, dalam siaran wawancara BBC bahwa pemimpin Kremlin Vladimir Putin mungkin tak berpikir logis sehingga ancaman sanksi kemungkinan tidak cukup untuk mencegah Rusia menyerang Ukraina.

Baca juga: Rusia Dituding Pasang Peledak di Sejumlah Fasilitas Sosial Donetsk

“Sanksi-sanksi mungkin tidak cukup mencegah aktor irasional, dan kita saat ini harus menerima bahwa Vladimir Putin mungkin tidak berpikir logis tentang hal ini, dan tidak melihat bencana di depan,” kata Johnson.

“Beberapa ledakan terdengar di pusat kota Donetsk di bagian timur wilayah Donbass, yang dikendalikan pemberontak dukungan Rusia,” kata seorang reporter Rusia.

Sebelumnya, baku tembak juga terjadi di wilayah itu.

Pesan SMS dikirimkan kepada penduduk Donetsk, agar warga laki-laki dewasa mendaftarkan diri untuk tugas militer.

Penembakan terjadi selama beberapa hari di Ukraina timur, yang sebagian besar dikuasai pemberontak dukungan Rusia.

Dua tentara Ukraina dilaporkan tewas, dan empat lainnya terluka pada Sabtu (19/2).

Milisi disalah satu wilayah pemberontak, Luhansk mengatakan, pada Minggu (20/2) bahwa dua warga sipil telah tewas dan lima gedung rusak akibat penembakan oleh militer Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan, pada Sabtu (19/2) laporan yang mengatakan, bahwa tentaranya telah menembaki pemberontak benar-benar kebohongan.

Baca juga: Pasukan dan Jet Tempur Jerman Tiba di Lithuania dan Romania

Insiden-insiden itu terjadi setelah Rusia mengerahkan tentara –jumlahnya diperkirakan oleh Barat mencapai 150.000 atau lebih– ke bagian utara, timur dan selatan negara itu.

Rusia telah membantah akan menyerang Ukraina, meskipun tentaranya telah dikerahkan.

PM Johnson mengatakan, pengerahan itu merupakan persiapan untuk menghadapi konflik besar.

Para menteri luar negeri kelompok negara kaya G7 mengatakan, pada Sabtu (19/2) mereka tidak melihat bukti bahwa Rusia sedang mengurangi aktivitas militernya di wilayah itu.

Mereka mengaku masih sangat prihatin dengan situasinya.

Rusia memerintahkan pengerahan militer beberapa bulan lalu sembari menuntut NATO, untuk tidak menerima Ukraina sebagai anggota.

Moskow mengatakan, peringatan Barat tentang rencana Rusia menyerang Ukraina adalah histeria dan berbahaya.

Kendati demikian, Rusia telah memperingatkan tentang adanya tindakan ‘militer secara teknis’ jika tuntutan mereka termasuk penarikan mundur NATO di Eropa Timur namun tidak dipenuhi.

Sumber: Reuters