BP2MI Tangani Puluhan Ribu Korban PMI Ilegal Sejak Tahun 2020

BP2MI
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani dan Ketua Gugus Tugas Penanganan TPPO Mahfud MD. (Foto: Muhammad Chairuddin)

BATAM – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) telah menangani puluhan ribu korban Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal sejak tahun 2020 lalu.

“Sejak Januari 2020, kami telah menangani kepulangan 91.353 PMI, 90 persen mereka berangkat melalui jalur tidak resmi dan 80 persen korbannya adalah perempuan dan ibu-ibu,” kata Kepala BP2MI, Benny Rhamdani di Batam, Kamis (06/04).

Ia menjelaskan, penangan itu merupakan hasil kerja sama dengan kementerian luar negeri dan ketenagakerjaan.

Mirisnya, 3.303 orang di antaranya adalah penanganan PMI sakit dan 1.859 pemulangan peti jenazah PMI. Selain itu BP2MI telah melakukan 7.268 pencegahan, 714 pelimpahan ke polisi, 255 pelimpahan ke jaksa, dan 42 orang telah divonis.

Kendati demikian, Benny merasa miris dengan vonis yang dijatuhkan selama ini lantaran masih terbilang rendah sehingga tidak menimbulkan efek jera.

“Walaupun ini di luar ekspektasi kita. Penjatuhan vonis masih sangat rendah dan saya yakin tidak akan mampu menimbulkan efek jerah,” tuturnya.

Ia berharap, kondisi kedepan akan semakin berpihak kepada PMI sebagai penyumbang devisa terbesar kedua di Indonesia setiap tahunnya yakni Rp159,6 triliun. Terlebih dari sembilan juta Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri, hanya 4,6 juta pekerja yang terdata di BP2MI.

Pihaknya dan sejumlah stakeholder siap untuk bersikap tergas terhadap kejahatan-kejahatan terhadap para PMI. “Negara ini berhutang besar pada mereka (PMI),” kata Benny.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Sindikat PMI Ilegal di Kepri ‘Dibekingi’ Oknum Petugas

Ketua Gugus Tugas Penanganan Tindak Pindana Perdagangan Orang (TPPO), Mahfud MD menambahkan, sejak 2017 hingga 2022 terdapat 2.605 kasus TPPO.

Peningkatan kasus TPPO tersebut umumnya disebabkan karena internet dan media sosial semakin berkembangnya modus operandi kasus TPPO dengan memanfaatkan media sosial.

“Dari 2.605 kasus tersebut 50,97 persen di antaranya melibatkan anak-anak, dan 46,14 persen melibatkan perempuan sebagai korbannya,” ujar Mahfud. (*)

Ikuti Berita Lainnya di Google News